Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Perlu Perjelas Alasan Pengkajian Tarif Impor Pangan Strategis

Pengenaan bea masuk untuk kedelai pun perlu ditinjau kembali urgensinya karena sejauh ini pemerintah belum memberi perlindungan yang mumpuni bagi petani kedelai di dalam negeri.
Gandum dan tepung terigu. /Istimewa
Gandum dan tepung terigu. /Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat Khudori mempertanyakan motivasi Kementerian Pertanian yang mengusulkan peninjauan pengenaan tarif impor untuk sejumlah komoditas pangan.

Pengenaan tarif pada komoditas pangan yang dipakai industri manufaktur dipandang bisa mempersulit aktivitas produksi produk olahan.

“Kalau untuk gandum apa alasan pengenaan tarifnya? Kan tidak diproduksi di dalam negeri dan ini dibutuhkan industri pangan. Kalau tujuannya agar tepung lokal bisa diserap, mungkin pemerintah bisa memberlakukan kebijakan TKDN secara bertahap,” kata Khudori saat dihubungi, Selasa (17/11/2020).

Dalam RDP dengan Komisi IV DPR RI, Kementan mengusulkan peninjauan kembali tarif impor untuk komoditas pangan strategis seperti gandum, ubi kayu, dan kedelai. Para importir gandum pun diharapkan dapat mensubstitusi 5 persen bahan bakunya dengan produk lokal secara bertahap.

Sejauh ini, impor gandum dikenai tarif sebesar 0 persen, tepung dari gandum dikenai bea impor 5 persen, tapioka 10 persen, dan kedelai dikenai tarif 0 persen.

Khudori mencatat, pengenaan bea masuk untuk kedelai pun perlu ditinjau kembali urgensinya karena sejauh ini pemerintah belum memberi perlindungan yang mumpuni bagi petani kedelai di dalam negeri.

Dalam laporan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), produksi kedelai Indonesia diperkirakan mencapai 475.000 ton untuk periode 2020/2021.

Jumlah ini lebih rendah dibandingkan produksi 2019/2020 yang berjumlah 480.000 ton. Penurunan terjadi lantaran maraknya konversi lahan dan petani lebih memilih menanam komoditas yang lebih menguntungkan.

“Jika pengenaan tarif dilakukan untuk melindungi harga di petani agar lebih kompetitif tidak masalah. Tapi sejauh ini bahkan tidak ada harga acuan pembelian,” kata Khudori.

Berdasarkan laporan BPS, impor kedelai selama Januari-September 2020 memperlihatkan penurunan dari 5,12 juta ton pada tahun sebelumnya menjadi 5,71 juta ton.

Sementara menurut proyeksi USDA, impor kedelai diperkirakan mencapai 2,8 juta ton pada 2020/2021 akibat berlanjutnya permintaan untuk pangan dan pakan ternak.

Sementara untuk 2019/2020, USDA memperkirakan impor bakal terkoreksi menjadi 2,5 juta ton akibat permintaan yang melemah selama pandemi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper