Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mantap! PDB Jepang Meroket 21,1 Persen, Tertinggi Sejak 1968

Kantor Kabinet Jepang mencatat produk domestik bruto (PDB) melonjak 21,1 persen pada kuartal III/2020 secara year-on-year (yoy) dibandingkan September 2019.
Para pejalan kaki di Shibuya, Tokyo, Jepang, pada 26 Maret 2020 mengenakan masker untuk mencegah penyebaran virus corona jens Covid-19./Bloomberg/Kiyoshi Ota
Para pejalan kaki di Shibuya, Tokyo, Jepang, pada 26 Maret 2020 mengenakan masker untuk mencegah penyebaran virus corona jens Covid-19./Bloomberg/Kiyoshi Ota

Bisnis.com, JAKARTA - Perekonomian Jepang kembali pulih dari kejatuhan terdalam akibt pandemi Covid-19, bahkan pemulihan kali ini lebih kuat dari perkiraan.

Dilansir dari Bloomberg pada Senin (16/11/2020), Kantor Kabinet Jepang mencatat produk domestik bruto (PDB) melonjak 21,1 persen pada kuartal III/2020 secara year-on-year (yoy) dibandingkan September 2019. Dari kuartal sebelumnya, PDB Jepang naik 5 persen.

Pertumbuhkan PDB ini merupakan yang tercepat sejak tahun 1968. Sementara itu, ekonom memperkirakan pertumbuhan PDB sebesar 18,9 persen.

Pemulihan ini dipicu oleh pembukaan kembali bisnis dan perdagangan, serta stimulus pemerintah yang membantu mendorong lonjakan belanja konsumen.

Lonjakan pertumbuhan terbesar di Jepang dalam lebih dari setengah abad ini menunjukkan bahwa perekonomian telah kembali ke jalur pemulihan setelah kontraksi selama tiga kuartal berturut-turut. Kontraksi tersebut bahkan dimulai sebelum tekanan akibat pandemi Covid-19 menyusul kenaikan pajak penjualan tahun lalu.

Namun, ekspansi yang kuat hanya berhasil mengembalikan sebagian dari pertumbuhan yang hilang yang menurut para ekonom akan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pulih. Lonjakan kasus virus corona di dalam dan luar negeri kemungkinan besar akan sangat membebani pemulihan kuartal ini.

Rebound kuartal III/2020 ini didorong oleh peningkatan perdagangan dengan AS dan China, kebangkitan industri otomotif, dan lonjakan pengeluaran rumah tangga menyusul dicabutnya keadaan darurat. Di sisi lain, investasi bisnis yang lemah menahan laju pertumbuhan secara keseluruhan.

Kecepatan pemulihan sekarang sangat bergantung perkembangan virus corona, karena banyak negara menuju musim dingin. Gelombang baru yang menghantam AS dan Eropa mengancam perdagangan Jepang.

Di dalam negeri sendiri, jumlah kasus juga mencapai rekor baru dan pihak berwenang mengisyaratkan pembatasan yang lebih ketat, meskipun penyebarannya masih jauh lebih rendah dibandingkan negara lain.

Ekonom IHS Markit Harumi Taguchi mengatakan kebijakan pemerintah seperti subsidi Go-To Travel membantu meningkatkan konsumsi. Namun, ia memperingatkan bahwa kebangkitan penyebaran virus dapat membatasi pertumbuhan hingga kuartal I/2021.

"Saat virus menyebar lagi, perusahaan mengurangi perekrutan dan begitu stimulus pemerintah berakhir, upah rendah dapat membebani konsumsi," ujar Harumi, seperti dikutip Bloomberg.

Kekhawatiran ekonomi akan kehilangan momentum mendorong Perdana Menteri Yoshihide Suga meminta anggaran tambahan ketiga. Pengeluaran baru tersebut akan menambah tumpukan utang Jepang, tetapi hal itu dipandang perlu karena stimulus tunai pemerintah sebelumnya dan dana untuk program cuti kerja akan segera berakhir.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper