Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo menilai perlu adanya pemetaan yang komprehensif untuk pengembangan penghiliran batu bara.
Guna mendorong penghiliran batu bara, pemerintah menyiapkan sejumlah insentif, baik fiskal maupun nonfiskal. Salah satu insentif fiskal yang diberikan yakni berupa pengenaan royalti hingga nol persen untuk komoditas batu bara yang digunakan untuk pengembangan atau pemanfaatan batu bara di dalam negeri.
Menurut Singgih, pemberian insentif tersebut tidak serta merta akan mengakselerasi pengembangan penghiliran sebab hingga saat ini belum ada roadmap yang jelas mengenai arah pengembangan penghiliran batu bara.
"Penghiliran ini merupakan chemical industry. Karakter bisnisnya beda dengan core business industri tambang, maka semestinya bukan sebatas [diberi] royalti nol persen, tetapi ada data dulu, pemetaan demand dari pemerintah," katanya kepada Bisnis, Kamis (12/11/2020).
Pemetaan pasar untuk produk penghiliran harus dipastikan dan diatur oleh pemerintah sebelum dapat dijadikan dasar perhitungan bisnis pelaku usaha pertambangan. Tanpa memperhatikan hal tersebut, implementasi penghiliran tidak bisa berhasil.
Selain itu, tata niaga transportasi produk penghiliran dan pemetaan jenis pengembangan penghiliran batu bara juga perlu menjadi perhatian.
Baca Juga
"Jenis pengembangannya seperti apa. Saya kira royalti nol persen bukan untuk [penghiliran] briket, melainkan untuk level investasi yang lebih besar, seperti coal to liquefaction, coal gasification," katanya.
Dia juga menilai bahwa pengembangan penghiliran batu bara tak harus dikembangkan oleh pelaku usaha tambang, tetapi juga bisa dikembangkan oleh industri kimia.
"Kalau memang tujuannya untuk memperbesar kebutuhan dalam negeri, menurut saya, ini dibuka bukan hanya untuk industri batu bara, melainkan untuk indusri kimia yang mau melakukan itu. Untuk batu baranya kan tinggal masalah transaksi jual beli," katanya.