Bisnis.com, JAKARTA - Serious Fraud Office (SFO), lembaga anti korupsi Inggris, diketahui sedang menyelidiki dugaan penyuapan dan korupsi yang melibatkan Bombardier Inc. dan Garuda Indonesia.
Dilansir dari Bloomberg, Jumat (6/11/2020), SFO menyatakan Garuda telah memesan pesawat CRJ Bombardier, dengan pengiriman pertama pada 2012.
"Karena ini adalah investigasi langsung, SFO tidak dapat memberikan komentar lebih lanjut," kata SFO dalam pernyataan resmi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menahan mantan Direktur Utama Garuda Emirsyah Satar pada pada tahun lalu sebagai bagian dari penyelidikan pengadaan pesawat dan mesin. Emirsyah terbukti terlibat kasus suap pengadaan pesawat dan manufaktur yang melibatkan perusahaan Airbus dan Rolls Royce.
Penyelidikan SFO menambah kerumitan baru bagi upaya Presiden dan CEO Bombardier Eric Martel yang sedang berupaya membangkitkan perusahaan melalui produksi jet pribadi. Sebelumnya, perusahaan telah menjual bisnis CRJ ke Mitsubishi Heavy Industries Ltd., membongkar program jet komersial ke Airbus SE, dan setuju untuk menggabungkan unit relnya dengan Alstom SA.
Produsen pesawat asal Montreal itu telah melaporkan kerugian yang lebih besar dari perkiraan pada kuartal III dan melakukan tinjauan internal terkait dengan transaksinya dengan Garuda.
Baca Juga
Bombardier mengatakan peninjauan tersebut dilakukan tidak lama setelah pengadilan Indonesia menghukum Emirsyah dan rekannya terkait korupsi dan pencucian uang pada Mei 2020. Tuduhan tersebut terkait dengan lima proses pengadaan yang melibatkan pabrikan berbeda, termasuk akuisisi dan penyewaan pesawat Bombardier CRJ1000 2011-2012 oleh Garuda.
“Korporasi telah bertemu dengan SFO untuk membahas status tinjauan internal perusahaan dan potensi bantuannya dengan investigasi SFO secara sukarela,” kata Bombardier.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Jumat (8/5/2020), pengadilan menyatakan Emirsyah Satar terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan dan perawatan pesawat Garuda Indonesia.
Emirsyah Satar dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana Pasal 3 UU TPPU jo. Pasal 55 ayat 1 ke 1 dan Pasal 65 (1) KUHP.
Hukumannya pidana penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar Subsider bulan kurungan selama 3 bulan. Selain itu, terdakwa didenda uang pengganti senilai 2,1 juta dolar Singapura subsider 2 tahun penjara.