Bisnis.com, JAKARTA - Minimnya perhatian terhadap industri daur ulang masker membuat utilisasi industri daur ulang plastik anjlok. Adapun, kejadian yang sama dapat terulang pada 2030 jika perhatian pada industri daur ulang baterai kendaraan listrik tetap minim.
Seperti diketahui, sebagian pengepul skrap plastik itu gulung tikar karena melimpahnya limbah masker selama pandemi Covid-19. Pengepul skap plastik enggan menerima limbah masker karena perlu keahlian khusus dalam mendaur-ulangnya, begitu juga baterai kendaraan listrik.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendata sebuah mobil listrik memiliki bobot baterai listrik sekitar 250 kilogram dan 10 kilogram untuk sepeda motor listrik. Sementara itu, pemerintah memasukkan produksi kendaraan listrik roda dua dan roda empat mulai 2021 dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
Pemerintah belum lama ini menyatakan akan mengganti kendaraan dinas untuk eselon I dan II pada 2021 dengan kendaraan listrik. Kementerian Perhubungan diwartakan telah memesan 100 unit mobil listrik pada 2021.
Dengan kata lain, setidaknya akan ada sekitar 25 ton limbah baterai listrik pada 2030. Pasalnya, masa pakai baterai kendaraan listrik hanya 10-15 tahun sebelum diganti.
"[Industri] daur ulang baterai kendaraan listrik perlu persiapan teknologi dan skill. Penguasaan teknologi recycling perlu dipikirkan dari sekarang, seperti hidrometalurgi dan juga penggunaan artificial intelligence dan robotic, termasuk skill baru dalam pemrosesan baterai kendaraan listrik," kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin Taufiek Bawazier kepada Bisnis, Rabu (4/11/2020).
Baca Juga
Pada 2025, setidaknya industri nasional akan mampu memproduksi 2.200 unit mobil listrik dan 2,13 juta unit motor listrik. Artinya, kapasitas produksi industri daur ulang baterai kendaraan listrik harus mencapai sekitar 21,8 juta ton per tahun pada 2035.
Penguasaan teknologi dan skill daur ulang baterai listrik menjadi penting. Pasalnya, setiap produsen kendaraan listrik memiliki bentuk sel baterai yang berbeda-beda. Taufiek menilai kompleksitas tersebut membuat pemanfaatan teknologi otomatisasi menjadi penting. "Sehingga proses circular economy-nya mencapai titik optimum."
Sejauh ini, pemerintah baru akan investasi pada industri baterai kendaraan listrik melalui konsorsium pabrikan badan usaha milik negara (BUMN). Sementara itu, baru ada satu investor yang akan menanamkan dananya pada industri daur ulang baterai kendaraan listrik pada pipeline investasi 2021.
Taufiek menekankan pentingnya keberadaan ekosistem industri kendaraan listrik dan baterai kendaraan listrik di dalam negeri. Adapun, salah satu langkah Kemenperin dalam mendorong keberadaan kedua industri tersebut adalah penghitungan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) kendaraan listrik.
Walakin, pihaknya belum rampung menggodok standarisasi cara mendaur ulang baterai kendaraan listrik melalui good manufacturing practice (GMP) maupun Standar Nasional Indonesia (SNI). Pasalnya, baterai kendaraan listrik adalah bisnis baru.
"Investasi ke arah sana tentunya dipersiapkan untuk membuka tenaga kerja dengan skill yang baru dan meningkatkan hilirisasi sumber daya alam nasional berupa nike, kobalt, maupun mangan," ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mendata Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) dan LG Chem Ltd. berencana investasi pada seluruh proyek baterai listrik (full end to end) dari mulai tambang bijih nikel; proyek smelter MHP Ni dan Co Sulphate; proyek precursor/cathode; proyek cell, modules, dan packs; ESS, charging stations, dan POS; serta recycling.
Saat ini, keduanya masih memerlukan diskusi lanjutan terkait charging station, recycling, dan offtaker guarantee. Untuk CATL, juga tengah didiskusikan terkait kebutuhan insentif dengan kementerian terkait.
Sebelumnya, Group CEO Mining and Industry Indonesia (MIND ID) Orias Petrus Moedak mengungkapkan bahwa dalam proyek industri baterai secara terintegrasi dari hulu hingga ke hilir ini akan dibentuk Indonesia Battery Holding (IBH) yang melibatkan MIND ID, PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero).
Nantinya, IBH bersama anak usaha masing-masing ketiga perusahaan tersebut, serta mitra dari luar negeri akan membentuk joint venture (JV) tiap sektornya. Proyek JV ini melingkupi proyek smelter HPAL dan RKEF di sisi hulu, kemudian proyek precursor, proyek katoda, battery cell dan pack di sektor intermediate, serta ESS-charging station-power solutions hingga recycling di sisi hilir.