Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah akan segera menyusun perjanjian kerja sama lanjutan terkait dengan perdagangan dan investasi dengan AS menyusul ditandatanganinya perpanjangan fasilitas generalized system of preference atau GSP.
Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar mengatakan perjanjian kerja sama yang dibidik pemerintah Indonesia adalah yang sifatnya jangka panjang, tetapi lebih sederhana dibandingkan perjanjian perdagangan bebas (FTA).
“Dari segi pemerintah, kita berharap bisa membahas lebih lanjut dengan AS kemungkinan perjanjian perdagangan yang sifatnya lebih luas dan jangka panjang atau permanen,” katanya kepada Bisnis, Senin (2/11/2020).
Kendati demikian, dia belum dapat membahas lebih lanjut rencana perjanjian kerja sama karena pembahasan belum dimulai. Intinya, perjanjian ini akan menyangkut perdagangan dan investasi di sektor tertentu.
Mahendra meyakini, dengan adanya fasilitas GSP, tidak hanya ekspor yang terkerek, tetapi mengundang minat investasi dari dalam dan luar negeri, baik relokasi pabrik maupun investasi baru.
GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk yang diberikan secara unilateral oleh pemerintah AS kepada negara-negara berkembang di dunia sejak 1974. Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS pada 1980.
Baca Juga
Mayoritas pos tarif yang masuk dalam perjanjian perpanjangan GSP ini adalah untuk UKM. Dengan demikian, Mahendra berharap UKM di Indonesia dapat meningkatkan skalanya dan meningkatkan kapasitas produksinya.
“Bagi Indonesia, GSP bukan tujuan akhir. Kita anggap ini tujuan antara atau jembatan. Adanya GSP, dengan rendahnya atau tidak adanya tarif masuk, kita bisa meningkatkan daya saing dan membangun pasar di AS,” ungkapnya.
Perpanjangan fasilitas GSP kepada Indonesia diyakini bakal memacu target ekspor hingga US$60 miliar antara Indonesia - AS atau naik dua kali lipat dalam 5 tahun mendatang.
Tak hanya menargetkan peningkatan ekspor, pemerintah Indonesia juga meyakini kesepakatan ini akan memacu realisasi investasi AS di Indonesia di berbagai sektor utama, seperti information, communication, and technology (ICT), keuangan, dan migas.
Dalam press briefing pada Minggu, Mahendra menyampaikan bahwa US Development Finance Corporation, lembaga pengelola investasi (sovereign wealth fund) yang fokus memberikan pembiayaan proyek infrastruktur, mengaku berminat berinvestasi di Indonesia.
Berdasarkan data statistik dari United States International Trade Commission (USITC) pada tahun 2019 ekspor Indonesia yang menggunakan GSP mencapai US$2,61 miliar atau setara 13,1 persen dari total ekspor Indonesia ke AS.
Pertumbuhan ekspor produk fasilitas GSP juga meningkat kendati di tengah pandemi. Pada periode Januari-Agustus 2020 nilai ekspor Indonesia yang menggunakan fasilitas GSP tercatat US$1,87 miliar atau naik 10,6 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.