Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tingkat Kepercayaan AS ke Indonesia Jadi Kunci Perpanjangan GSP

Yang penting justru komunikasi dan level of trust bahwa apa yang kita sampaikan akan dijalankan.
Wakil Menlu RI Mahendra Siregar/Istimewa
Wakil Menlu RI Mahendra Siregar/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah isu sempat menjadi perhatian AS dalam memperpanjang fasilitas generalized system of preference (GSP) Indonesia. Namun, lobi berhasil tercapai karena hubungan yang baik dan adanya kepercayaan antara AS dan Indonesia.

Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar mengatakan beberapa isu seperti investasi di bidang asuransi, perdagangan hortikultura, peraturan terkait Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) sempat menjadi perhatian AS dalam mengkaji pemberlakuan GSP bagi Indonesia.

Kendati review sudah dilakukan sejak Maret 2018, Mahendra mengaku tidak ada permasalahan yang terlalu menonjol hingga menjadi hambatan dalam proses lobi.

“Hampir sama rata karena [diskusi] dilakukan secara paralel, tidak ada isu [yang dibahas] terus-terusan secara menonjol. Yang penting justru komunikasi dan level of trust bahwa apa yang kita sampaikan akan dijalankan. Kalau tidak dijalankan, investor akan komplain,” kata Mahendra kepada Bisnis, Senin (2/11/2020).

Mahendra mengatakan Indonesia menjadi satu-satunya negara Asia yang memperoleh fasilitas GSP dari AS tanpa terganggu atau dikurangi sama sekali.

Sementara itu, United States Trade Representative (USTR) mengumumkan pencabutan fasilitas GSP kepada negara seperti India dan Turki pada 2019.

Mahendra menjelaskan, setiap negara yang mendapat GSP dari AS tetap punya potensi dicabut fasilitasnya, tetapi review biasanya dilakukan setiap tahun.

“Setiap tahun AS me-review beberapa negara, tetapi bukan negara yang sama di-review setiap tahun. Oleh karena jumlah negara penerima GSP banyak, jadi yang dikaji berbeda-beda,” terang Wamenlu.

Amerika Serikat memutuskan memperpanjang pemberian fasilitas pembebasan bea masuk melalui skema Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia pada 30 Oktober 2020.

Hal ini diumumkan oleh Menteri Retno Marsudi pada press briefing, Minggu (1/11/2020). Pemerintah AS melalui USTR telah melakukan peninjauan terhadap fasilitas GSP selama kurang lebih 2,5 tahun sejak Maret 2018.

Indonesia mencatatkan 3.572 pos tarif yang telah diklasifikasikan masuk skema GSP yang terdiri atas produk manufaktur dan semi manufaktur, pertanian, perikanan dan industri primer.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper