Bisnis.com, JAKARTA – Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat M. Lutfi mengisyarakat optimisme kelancaran diplomasi Indonesia dengan Amerika Serikat ke depan.
Hal itu tersirat dari press briefing yang disampaikan Lutfi secara daring, Senin (2/11/2020) malam.
Perpanjangan GSP atau generalized system of preference yang diberikan Amerika Serikat menjadi jalan bagi Indonesia menjajaki kerja sama lain yang lebih fokus.
Berdasar data, per Agustus Indonesia mempunya tren yang baik dalam perdagangan.
Tahun 2019, ekspor Indonesia dengan fasilitas GSP, nilainya mencapai US$ 2.61 miliar atau setara dengan 13.1 persen dari keseluruhan ekspor Indonesia ke AS yang berjumlah US$ 20.1 milyar.
Sementara untuk periode Januari-Agustus 2020, nilainya berjumlah US$ 1.87 miliar atau naik 10.6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga
Demikian disebutkan dalam pernyataan tertulis KBRI Washington DC, diterima Senin (2/11/2020).
Sementara itu, perdagangan Indonesia berdasarkan data BPS pada periode Januari – Agustus 2020 mencapai total $17.4 miliar, turun -2,75 persen.
Di sisi lain neraca perdagangan, Indonesia-AS Januari –Agustus 2020 mengalami surplus US$6, 2 miliar bagi Indonesia, atau naik 14,3 persen dibandingkan periode Januari –Agustus 2019 (YoY).
Ekspor Indonesia ke AS Januari-Agustus 2020 mencapai $11.8 miliar, naik 1,2 persen dibandingkan periode Januari-Agustus 2019 (YoY).
Sedangkan nilai ekspor Indonesia ke AS di tahun 2019 sebesar US$ 17,8 miliar.
Adapun, impor Indonesia dari AS Januari -Agustus 2020 mencapai US$ 5.6 miliar, turun -10,2 persen dibandingkan periode Januari-Agustus 2019 (YoY).
Lutfi menyebut perpanjangan GSP memberikan optimisme baru bagi peningkatan hubungan dagang kedua Negara.
"Usai mendapatkan perpanjangan GSP, langkah yang segera kita lakukan adalah menyusun Road Plan dengan memfokuskan pada skema 5+7+5, yakni 5 produk utama (apparel, produk karet, alas kaki, elektronik dan furniture), 7 produk potensial (produk kayu, travel goods, produk kimia lainnya, perhiasan, mainan, rambut artifisial dan produk kertas) dan 5 produk strategis (produk mesin, produk plastik, suku cadang otomotif, alat optik dan medis dan produk kimia organik),” ujar Lutfi memaparkan langkah lanjutan yang akan dijalankan Indonesia.
Selama ini, dari 3.572 pos tarif yang mendapatkan fasilitas GSP, tercatat baru 729 pos tarif atau praktis hanya sebesar 20.4 persen yang menggunakan tarif nol persen ke pasar AS. Sisanya, hampir 80 persen belum dimaanfaatkan.
“Terkait hal ini, KBRI Washington DC bersama dengan kementerian terkait di tanah air dan juga KADIN, khususnya KIKAS (KADIN Indonesia Komite AS), akan segera melakukan program sosialisasi yang intensif kepada eksportir Indonesia agar mereka dapat mengoptimalkan preferensi tarif ini,” tambah Lutfi.
Menurut Lutfi, di saat terjadi disrupsi perdagangan dunia akibat pandemi Covid-19, keringanan bea masuk hingga nol persen di pasar AS, jelas membawa angin segar bagi eksportir di tanah air.
GSP menjadi insentif yang tepat bagi produk-produk primadona Indonesia, termasuk sektor UKM, untuk bersaing di pasar AS.
Ditambahkan Lutfi bahwa Pemerintah Indonesia juga memproyeksikan dinaikkannya status GSP menjadi Limited Trade Deal (LTD) agar volume perdagangan dua arah Indonesia dan AS dapat meningkat dua kali lipat hingga US$ 60 miliar pada 2024.
LTD juga diproyeksikan dapat mengoptimalkan potensi kerja sama di luar perdagangan barang, khususnya digital trade, energi dan infrastruktur, serta peningkatan arus investasi.
Selain merupakan perekonomian terbesar di dunia, pasar AS selama ini dikenal sangat menjanjikan karena besarnya populasi yang mencapai 331 juta orang dan memiliki daya beli sangat tinggi.
Pendapatan per kapita masyarakat AS tahun 2019 tercatat mencapai US$ 65 ribu atau lebih dari Rp. 900 juta per tahunnya.
Pada tahun yang sama, konsumsi rumah tangga per tahun masyarakat AS juga mencapai US$ 16 triliun atau setara dengan sepertiga konsumsi rumah tangga dunia.
Lutfi, saat press briefing, menyebutkan, salah satu ekspor Indonesia yakni udang vaname mendapat keuntungan lumayan saat pandemi Covid-19 di AS.
Ekspor Indonesia ini diserap oleh rumah tangga, berbeda dengan ekspor sejenis dari India yang ditujukan untuk restoran.
Terkait timbal balik dari diperpanjangnya GSP untuk Indonesia, Lutfi menyebutkan pihak Amerika mengharapkan produk-produk mereka bisa berkompetisi dengan baik di Indonesia.
Intinya, ujar Lutfi, AS meminta agar birokrasi impor tidak menghambat barang Amerika bisa bersaing di Indonesia.
Lantas bagaimana prospek kerja sama Indonesia – Amerika ke depan, mungkinkan kedua kawan lama itu bisa [kembali] menjadi sahabat sejati baru?
Gambaran ringkasnya bisa diterka dari ucapan Lutfi yang menyebutkan bahwa saat ini adalah era kolaborasi.
Sudah bukan saatnya lagi menerapkan jurus dagang menjual sebanyak-banyaknya dan membeli sesedikit mungkin dari mitra dagang kita.