Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian menyasar lahan mineral untuk pengembangan food estate di Kalimantan Tengah, Maluku, dan Sumatera Utara.
Tanah mineral adalah tanah yang terbentuk dan berkembang dari bahan mineral, melalui proses pelapukan, baik secara fisis maupun kimia, dibantu oleh pengaruh iklim, menyebabkan batuan terdisintegrasi menjadi bahan induk lepas, dan selanjutnya dibawah pengaruh proses-proses pedogenesis berkembang menjadi tanah.
Setidaknya ada empat aspek perbedaan tanah mineral dan gambut, yakni terkait kandungan C organik, struktur, berat isi, dan sebaran karbon di dalam profil.
Menteri Pertanian Syahrul Yahsin Limpo mengatakan kalaupun di lahan gambut, food estate sebagai strategi ketahanan pangan nasional itu akan dilakukan dengan penuh kehati-hatian.
"Pengembangan food estate dilakukan dengan memperhatikan hubungan timbal balik manusia dengan alam untuk membangun pertanian berkelanjutan,” ujarnya pada webinar bertajuk Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Mendukung Pengembangan Food Estate, Selasa (27/10/2020).
Di Kalteng, lokasi yang sedang dikembangkan untuk food estate adalah di bekas proyek lahan gambut (PLG). Kendati demikian, tidak semua dari 1,4 juta hektare eks-PLG itu akan dikembangkan sebagai food estate. Lokasi potensialnya ialah areal yang telah terbangun irigasi seluas 164.598 hektare dengan lahan telah fungsional seluas 85.456 hektare.
Baca Juga
Mentan memaparkan food estate akan berorientasi intensifikasi serta penguatan SDM dan korporasi petani. "Polanya nanti tidak hanya padi, tapi multikomoditas, termasuk tanaman perkebunan, hortikultura, dan peternakan," jelasnya.
LAHAN RAWA
Ketua Umum Perkumpulan Masyarakat Gambut Indonesia (HGI) Profesor Supiandi Sabiham menyatakan pihaknya mendukung pengembangan food estate untuk menjaga ketahanan pangan. Pasalnya, mengutip kajian IPB, akan ada defisit produksi beras 2,2 juta ton setara 709.000 hektare pada akhir 2020.
Menurut Supiandi, lahan tersedia yang masih cukup luas untuk pengembangan food estate memang lahan rawa. Dia mengingatkan tidak semua rawa adalah gambut, ada juga yang berupa rawa tanah mineral.
Berdasarkan pengamatan HGI, area pengembangan food estate di eks-PLG Kalteng ada 418.000 hektare, termasuk 30.000 hektare sawah yang sudah ada, berupa tanah mineral dan gambut tipis. Lokasi ini dianggap cocok untuk dikembangkan untuk padi sawah.
Sementara areal seluas 178.000 Ha lainnya yang memiliki ketebalan gambut 1-2 meter berpotensi untuk tanaman sayuran dan hortikultura. "Seolah-olah food estate hanya di lahan gambut. Padahal tidak, justru lebih banyak yang di lahan mineral," sebut Supiandi.
Dia mengingatkan agar food estate harus dilakukan secara partisipatif. Bila harus ada ekstensifikasi lahan maka harus diarahkan ada hutan terdegradasi dan telantar dengan azas kehati-hatian. Selain itu perlu untuk melibatkan secara formal perguruan tinggi sebagai pendamping.
Direktur Pengendalian Kerusakan Gambut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sri PM Budisusanti menyatakan pengembangan food estate juga bisa terdiri dari berbagai komoditas termasuk hortikultura dan hasil peternakan yang bisa diproduksi di lahan gambut.
Menurut Budisusanti, pengembangan food estate di lahan gambut mengedepankan pemulihan eksositem gambut dengan konsep pembasahan gambut, rehabilitasi dan revegetasi, serta penguatan SDM.