Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Yuan Menguat, Neraca Pembayaran Indonesia Bisa Surplus

Apresiasi yuan dapat mengembalikan aliran modal asing ke dalam portofolio Indonesia yang akan berdampak pada neraca pembayaran dan cadangan devisa Indonesia. Bahana Sekuritas memperkirakan neraca pembayaran akan positif pada tahun ini.
Suasana di Pelabuhan Lianyungang, Provinsi Jiangsu, China, 8 September 2018./REUTERS-Stringer
Suasana di Pelabuhan Lianyungang, Provinsi Jiangsu, China, 8 September 2018./REUTERS-Stringer

Bisnis.com, JAKARTA - Kuatnya pergerakan nilai tukar yuan seiring pemulihan ekonomi China dan pelemahan dolar AS dapat berdampak positif bagi Indonesia.

Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro mengungkapkan pihaknya melihat pergerakan ini dapat mengembalikan aliran modal asing ke dalam portofolio Indonesia yang akan berdampak pada neraca pembayaran dan cadangan devisa Indonesia.

"Perkiraan kami di sini adalah neraca pembayaran akan mencatat surplus sekitar US$9 miliar pada kuartal III/2020, didorong oleh surplus transaksi berjalan [US$800 juta] dan neraca finansial [US$8 miliar]," ungkap Satria, Jumat malam (23/10/2020).

Sementara itu, dia memperkirakan cadangan devisa bisa melebihi US$140 miliar pada akhir tahun ini, dengan asumsi, BI melanjutkan pengelolaan nilai tukar yang hati-hati dan penerbitan obligasi global berdenominasi dolar AS pada bulan Desember tetap berjalan untuk mendanai APBN 2021.

Perekonomian China pulih lebih cepat daripada perekonomian dunia lainnya. Hal ini berdampak pada pasar keuangan di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Di jalur perdagangan, Satria melihat nilai tukar Yuan yang menguat menyiratkan niat China untuk mengandalkan pemulihan yang didorong konsumsi, karena itu akan membuat impor lebih murah.

Hal ini telah tercermin pada data ekspor-impor China, yang telah melampaui ekspektasi analis dalam beberapa bulan terakhir, dan khususnya pada bulan September ketika pertumbuhan impor tercatat 13,2 persen year on year (yoy) atau jauh melampaui ekspektasi konsensus yang hanya 0,4 persen.

Fenomena ini kemungkinan akan menguntungkan ekonomi Asia Timur seperti Jepang, Korea, dan Taiwan yang merupakan bagian dari rantai pasok China.

"Sementara beberapa limpahan juga harus dirasakan di negara-negara ASEAN termasuk Indonesia, yang menjadikan Tiongkok sebagai mitra dagang terbesarnya."

Meskipun pangsa produk China dari total impor Indonesia tercatat sebesar 33,7 persen atau US$3,5 miliar pada bulan September, lebih tinggi dibandingkan dengan pangsa China sebagai tujuan ekspor produk Indonesia yang hanya 19,3 persen atau US$2,6 miliar, Satria melihat menguatnya yuan akan meningkatkan Ekspor Indonesia lebih banyak daripada impor, dengan pemulihan permintaan di China lebih cepat daripada di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper