Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kuartal II/2020 atau periode April-Mei merupakan masa terberat selama pandemi Covid-19 di Indonesia.
Sri Mulyani mengatakan periode kuartal II/2020 paling berat karena kekagetan atau shock yang muncul di masyarakat. Sekolah dan kantor harus tutup, begitu pula pusat ekonomi dan bisnis.
"Semua panik, begitu [masyarakat] tahu pandemi itu menjadi sesuatu global yang mengancam seluruh dunia. Hari-hari dan bulan-bulan terberat pada kuartal II/2020, yaitu antara April, Mei, dan Juni. Makanya kontraksi ekonomi kita [Indonesia] mencapai 5,3 persen," katanya dalam podcast Media Keuangan seperti dikutip Bisnis, Rabu (21/10/2020).
Mantan Direktur Dana Moneter Internasional (IMF) tersebut mengatakan pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, tetapi menginfeksi sektor keuangan di Indonesia.
Menkeu mengatakan Indonesia mengalami krisis yang luar biasa pada April hingga Mei sebab terjadi aliran uang asing yang keluar dari Indonesia (capital outflow) sebesar Rp140 triliun.
“Sektor keuangannya juga bergejolak luar biasa. Di bulan April itu sangat luar biasa menegangkan. Maret akhir, April, sampai dengan Mei [itu] luar biasa tegangnya. Karena tiba-tiba Rp140 triliun capital outflow dari Indonesia,” jelasnya.
Baca Juga
Dia menuturkan hal yang sama juga terjadi pada saham hingga yield surat berharga negara (SBN) melambung tinggi.
Belum lagi, lanjutnya, harga saham yang jatuh dan nilai tukar rupiah mengalami tekanan luar biasa pada periode tersebut.
Meski demikian, Sri Mulyani mengatakan pemerintah berupaya untuk melakukan stabilisasi di pasar keuangan. Saat ini, fokus pemerintah adalah menyoroti berbagai hal yang terdampak Covid-19, seperti masalah kesehatan, sosial, dan sektor UMKM.
Pemerintah pusat, lanjutnya, juga berupaya membantu pemerintah daerah hingga menjaga sektor keuangan yang sempat bergejolak karena kepanikan investor agar kembali stabil.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah Indonesia sudah melakukan langkah-langkah yang sangat antisipatif, responsif, dan adaptif yang membuat kebijakan fiskal Indonesia bergerak cepat.
“Kita meng-adjust atau menyesuaikan seluruh belanja di-refocusing. Seluruh prioritas diubah menjadi masalah Covid-19. Dan anggaran kita difokuskan untuk masalah kesehatan, perlindungan sosial, membantu ekonomi, membantu pemerintah daerah, dan membantu sektor dunia usaha,” sambungnya.