Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mencatat pencapaian porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional masih minim.
Hal ini menjadi catatan penting memasuki 1 tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin periode kedua.
Hingga saat ini, bauran EBT baru mencapai 9,15 persen, masih jauh dari target kebijakan energi nasional sebesar 23 persen pada 2025.
"Untuk kejar 23 persen ini masih tanda tanya. Masih perlu tambahan cukup besar, baik untuk pembangkitan listrik maupun bahan bakar transportasi," ujar Fabby ketika dihubungi Bisnis, Senin (19/10/2020).
Dia melihat pemerintah dan PT PLN (Persero) cukup berkomitmen untuk mengakselerasi pengembangan EBT dalam 5 tahun ke depan. Salah satunya melalui pencanangan program green booster PLN yang menargetkan peningkatan pembangunan pembangkit EBT dalam jumlah kapasitas yang lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Selain itu, pemerintah kini juga tengah menyiapkan peraturan presiden yang mengatur harga beli listrik EBT.
Baca Juga
"Perpres EBT, kita belum tahu efeknya apa, tapi setidaknya ada semangat mendorong EBT lebih menarik dengan adanya skema feed in tariff untuk pembangkit skala kecil, misalnya," katanya.
Fabby juga menilai agar wacana pengalihan anggaran subsidi listrik untuk pengadaan PLTS atap bagi pelanggan PLN golongan rumah tangga bersubsidi perlu terus didorong. Selain bisa mengakselerasi capaian EBT, program tersebut juga bisa meringankan beban investasi PLN untuk membangun pembangkit EBT baru.