Bisnis.com, JAKARTA – Minor International, yang menjalankan lebih dari 500 hotel di 55 negara, berpotensi memangkas lebih banyak pekerjaan dan menutup kembali properti yang baru dibuka, karena pandemi virus korona dan pembatasan perjalanan terus membuat tamu menjauh.
"Kami memiliki hotel yang bahkan tidak dapat membayar staf atau listrik karena benar-benar kosong," kata Bill Heinecke, chairman dan pendiri Minor yang berbasis di Bangkok. "Kami telah melakukan banyak PHK dan kami mungkin harus merumahkan lebih banyak lagi."
Minor membukukan kerugian kuartalan terbesar dalam 3 bulan yang berakhir pada Juni dan memangkas ribuan pekerjaan untuk tetap bertahan setelah pandemi itu menghentikan bisnis pariwisata.
Perjalanan untuk liburan dan bisnis sebagian besar tetap ditangguhkan bahkan di negara-negara yang relatif berhasil mengatasi wabah.
Keengganan Thailand untuk membuka perbatasannya menjadikannya salah satu pasar tersulit bagi Minor, kata Heinecke.
Sementara itu, Thailand yang dipuji oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai kisah sukses dalam penanganan wabah, memilih menunda rencana untuk membuka kembali perbatasan bagi wisatawan asing menyusul adanya kekhawatiran gelombang kedua pandemi corona.
Baca Juga
Kehadiran program visa khusus untuk wisatawan yang memerlukan karantina wajib selama 14 hari dan minimal 90 hari tinggal, tidak akan membuat banyak wisatawan datang kembali.
"Sulit untuk datang ke Thailand, dan jelas bagi saya bahwa Thailand tidak ingin ada pengunjung saat ini," kata Heinecke. "Mempertahankan nol kasus transmisi lokal dengan menjaga negara tetap tertutup rapat akan mengorbankan ekonomi nasional.”
Berharap pada China
Berbeda dengan di Thailand, bisnis perhotelan Minor di China mulai rebound dengan tingkat hunian di dua hotelnya meningkat menjadi sekitar 80 persen pada Agustus.
Heinecke selanjutnya mengemukakan bahwa Minor kini berharap pada China, yang selama ini menjadi sumber utama pengunjung asing dan pendapatan pariwisata Thailand, akan menjadi faktor penting dalam membentuk pemulihan ekonomi Negeri Gajah Putih.”
“Thailand berada di jalur kontraksi terburuknya tahun ini karena penurunan ekspor dan sektor pariwisata, dua pendorong utama ekonomi. Thailand hanya menyumbang 6 persen dari portofolio hotel Minor. Ekonomi China sedang berkembang pesat, sebaliknya ekonomi Thailand adalah bencana," kata Heinecke.
"Begitu China mengizinkan rakyatnya pergi ke luar negeri, saya sangat berharap Thailand menjadi salah satu negara pertama yang menyambut mereka, karena jika tidak, saya yakin ekonomi negara ini akan terpanggang."
Minor membukukan kerugian bersih 8,45 miliar baht (Rp3,9 triliun) pada kuartal kedua karena pendapatan turun 79 persen, menurut data bursa setempat. Saham perusahaan itu merosot hingga 43 persen sepanjang tahun ini.