Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) menilai pengesahan Undang-undang (UU) Cipta Kerja tidak akan mengubah ekosistem industri tempe-tahu nasional
Ketua Umum Gakoptindo Aip Syarifudin mengatakan hal terseut disebabkan oleh karakter industri tempe tahu domestik yang mempekerjakan sanak saudara. Dengan kata lain, hubungan antara tenaga kerja dan pemilik usaha di industri tempe tahu nasional secara harfiah bersifat kekeluargaan.
"99 persen pabrikan tempe tahu [di dalam negeri] seperti itu. Tidak ada ceritanya perjanjian majikan dengan buruh [di industri tempe nasional]," katanya kepada Bisnis, Selasa (6/10/2020).
Aip mendata saat ini ada lebih dari 5 juta tenaga kerja pada industri tempe tahu nasional yang tersebar di sekitar 160.000 pabrikan. Adapun, pabrikan tersebut tersebar di lebih dari 200 kabupaten/kota di 27 provinsi.
Adapun, Aip menyatakan tidak khawatir dengan adanya kemudahan investasi di dalam negeri. Pasalnya, lanjutnya, industri tempe tahu nasional akan dilindungi oleh Undang-undang (UU) No. 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Menurutnya, UU tersebut akan melindungi industri tempe-tahu nasional dari investasi asing. Aip berpendapat investasi asing akan membunuh sekitar 160.000 pelaku IKM tempe-tahu karena memiliki proses produksi yang lebih efisien akibat otomatisasi.
Baca Juga
Aip mendata sebuah pabrikan tempe-tahu membutuhkan waktu sekitar 4 hari untuk memproduksi tempe dan sekitar 1 hari untuk memproduksi tahu. Namun demikian, otomatisasi produksi tempe-tahu dapat mempercepat produksi tempe menjadi sekitar 3 jam dan tahu menjadi sekitar 1 jam.
"Jadi, kalau investor diijinkan usaha tempe-tahu, habis [sumber penghidupan] jutaan orang ini," ucapnya.
Di sisi lain, Aip mengimbau pabrikan tempe-tahu untuk menolak ajakan aksi mogok kerja nasional dari puluhan pimpinan konfederasi serikat pekerja. Adapun, aksi tersebut dijadwalkan pada 6-8 Oktober 2020.
Seperti diketahui, ajakan aksi mogok kerja tersebut merupakan bentuk penolakan terhadap pengesahan rancangan undang-undang (RUU) Cipta Kerja. RUU tersebut dijadwalkan akan disidangkan dan disahkan pihak legislatif pada 8 Oktober 2020.
"Kalau buruh itu mintanya terlalu tinggi, lebih-lebih usaha lagi susah sekarang, akhirnya perusahaannya bangkrut. Tapi, memang perlu ada perbaikan [dalam RUU tersebut]," ujarnya.
Pasalnya, sebuah pabrikan hanya memiliki kapasitas produksi senilai Rp500.000 dengan laba sekitar Rp50.000-Rp100.000 per hari. Dengan kata lain, keuntungan hasil produksi sebuah pabrikan ditujukan untuk kebutuhan hidup tenaga kerjanya pada hari yang sama.
"Kalau kami tidak produksi satu hari, besok makan apa? Kulturnya beda [industri] tempe-tahu itu," ujar Aip.