Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada 10.000 Item, Sertifikasi Produk Farmasi dan Alkes Diusulkan Pakai APBN

Kementerian Perindustrian siap mendukung pelaku industri farmasi dan alat kesehatan memiliki sertifikat untuk peningkatan penggunaan produk lokal.
Pedagang obat menunggu pembeli di Pasar Pramuka, Jakarta, Selasa (11/02/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pedagang obat menunggu pembeli di Pasar Pramuka, Jakarta, Selasa (11/02/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Setelah dimasukkan dalam sektor prioritas Peta Jalan Industri 4.0, industri farmasi dan alat kesehatan didorong untuk mendapatkan sertifikat produk. Adapun pembiayaannya diusulkan dari dana APBN.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan sertifikasi akan mendorong kemandirian industri nasional dan memacu daya saingnya di kancah global.

“Sertifikasi ini sangat penting. Sebab, saat ini ada 10.000 produk farmasi yang perlu disertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN),” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Sabtu (3/10/2020).

Menperin mengusulkan, biaya sertifikasi TKDN produk tersebut menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). “Dengan anggaran yang disiapkan, kami tentunya akan support sektor industrinya. Apalagi, industri farmasi dan alat kesehatan kami masukkan ke sektor tambahan yang menjadi prioritas peta jalan Making Indonesia 4.0.”

Langkah itu sebagai wujud konkret Kemenperin untuk segera mewujudkan Indonesia bisa mandiri di sektor kesehatan. “Kemandirian Indonesia di sektor industri alat kesehatan dan farmasi merupakan hal yang penting, terlebih dalam kondisi kedaruratan kesehatan seperti saat ini,” imbuhnya.

Sektor industri farmasi dan alat kesehatan masuk kategori yang mengalami permintaan tinggi (high demand) ketika pandemi Covid-19, di saat sektor lain mengalami dampak yang berat.

Pada triwulan I/2020, industri kimia, farmasi dan obat tradisional tumbuh positif sebesar 5,59 persen. Di samping itu, industri kimia dan farmasi juga menjadi sektor manufaktur yang menyetor nilai investasi cukup signifikan pada kuartal I/2020, dengan mencapai Rp9,83 triliun.

Dengan demikian, industri alat kesehatan dan farmasi dinilai perlu didorong sehingga dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri secara mandiri sekaligus diharapkan berkontribusi mengurangi angka impor impor hingga 35 persen pada akhir 2022. “Inovasi dan penerapan industri 4.0 di sektor industri alat kesehatan dan farmasi dapat meningkatkan produktivitas,” ujar Agus.

Menurutnya, pasar dalam negeri sangat potensial bagi produk farmasi dan alat kesehatan dengan kandungan lokal tinggi. Sebab, pasar lokal bisa menjadi preferensi dalam pengadaan melalui program jaminan kesehatan nasional (JKN). Dalam Permenperin 16 tahun 2020, disebutkan bahwa tata cara penghitungan nilai TKDN produk farmasi tidak lagi memakai metode cost based, melainkan metode processed based.

Melalui processed based, berarti ada penghargaan atas upaya riset dan pengembangan oleh pelaku industri. Metode ini dapat mempertahankan kerahasiaan formulasi yang dimiliki perusahaan tanpa meninggalkan kaidah dan tujuan yang ingin dicapai dari pemberlakuan TKDN produk tersebut.

“Pertimbangannya, metode ini lebih sesuai diterapkan di sektor yang sifat industrinya spesifik. Formulasinya juga sangat banyak dan beragam. Selain itu, sektor ini selalu mengacu pada hasil riset dan pengembangan yang panjang. Juga, menelan biaya besar,” tandasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Fatkhul Maskur
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper