Program pemulihan ekonomi nasional menjadi agenda utama pemerintah saat ini. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), saat ini kondisi perekonomian Indonesia telah terkoreksi hingga -5,4%. Kita patut bersyukur bahwa saat ini Indonesia belum mengalami resesi.
Dalam upaya pemulihan, pemerintah telah mengisyaratkan program-program yang memberikan manfaat nyata pada masyarakat dan pelaku usaha terutama industri padat karya. Apalagi pemerintah telah memperkenalkan istilah sharing the pain, bersama-sama memikul beban, gotong-royong, dan bersama-sama menanggung risiko secara proporsional.
Diharapkan momentum pandemi ini dapat dimanfaatkan untuk mengejar ketertinggalan dan pembenahan secara fundamental di berbagai sektor. Seperti kata Presiden Joko Widodo mengenai pentingnya membajak momentum krisis akibat pandemi untuk maju mengejar ketertinggalan. Namun hal itu bukan perkara mudah.
Ketika penulis melakukan perjalanan dinas Jakarta–Blitar sekitar 8 jam melalui transportasi udara dilanjutkan perjalanan darat, ada kisah menarik dari peternak sapi perah yang dapat bertahan di kala pandemi melalui usaha bersama (Koperasi Susu Jaya Abadi). Peternak bahkan mampu berproduksi dengan baik sekitar 150-170 ton liter susu yang siap dipasok untuk pengolahan susu komersial seperti Ultra dan Nestle.
Koperasi tersebut mampu memberdayakan dan menaungi sekitar 6.000 kepala keluarga petani dan peternak serta tersebar di 7 kabupaten/kota di sekitar Blitar. Proses gotong royong dan kerja sama dimulai sejak pagi hari dengan proses penghantaran dan dilanjutkan sore hari. Setelah itu disetor dan diproses selanjutnya untuk dibawa ke Jawa Barat.
Ada lagi kisah menarik di desa binaan Bank Syariah Mandiri (BSM), klaster peternakan kambing dan domba, yaitu Desa Kedarpan, Purbalingga, Jawa Tengah dan klaster peternakan sapi di Desa Jati, Trenggalek, Jawa Timur. Keguyuban antar sesama warga desa yang bahu membahu membangun perekonomian perdesaan, sehingga berdampak luas.
Tidak kecil peran para pendamping yang berpengalaman dalam menggerakan usaha tersebut. Proses pemberdayaan melalui pendampingan yang sabar dan tekun sangat menentukan keberhasilan kemandirian ekonomi masyarakat.
Seharusnya konsep pemberdayaan tidak terpaku pada bagaimana memberdayakan masyarakat tetapi menfasilitasi dan memberikan jalan keluar atas persoalan yang dihadapi. Dalam hal ini bisa diambil contoh inisiasi Dewan Masjid Indonesia (DMI), Majelis Ulama Indonesia (MUI), BSM, Bukalapak dan sejumlah lembaga amil zakat, sehingga terfasilitasi Gerakan Teladan Berkurban”.
Bagaimana mengkoordinasikan penjualan sapi dan proses memasarkan oleh gerakan tersebut agar masyarakat terbantu dalam kelangsungan usaha selanjutnya. Dukungan juga datang dari kepala daerah dan Kementerian Agama.
Di tengah situasi serba sulit saat ini, hal-hal kecil yang dimaknai sebagai konsep gotong-royong semacam itulah yang justru dapat menghasilkan hasil luar biasa. Perekonomian bisa bergerak melalui ide-ide inovatif dan key success yang telah diimplementasikan. Jangan lupakan pesan Bung Karno pada awal kemerdekaan bahwa persoalan pangan adalah soal hidup matinya bangsa.
Kesadaran sejarah ini yang membuat kita perlu serius menjadikan pandemi Covid-19 sebagai momentum penting untuk mendorong kembali pertumbuhan ekonomi melalui kemandirian pangan. Mengapa kita tidak kembali ke koperasi?
Selain sejalan dengan program pemerintah, juga dapat berdampak langsung bagi seluruh pemangku kepentingan terkait. Sesuai kata pepatah, ‘berat sama dipikul, ringan sama dijinjing’.
Adanya success story tersebut semakin mengukuhkan bahwa melalui proses pemberdayaan masyarakat dapat dihasilkan dampak langsung maupun tidak langsung. Konsep gotong royong inilah yang menjadi ‘sharing the pain’ dan terimplementasikan di lapangan. Keterpaduan aspek ekonomi dan sosial tersebut senantisa perlu dipacu lagi untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam yang dikelola secara bertanggungjawab.
Prinsip-prinsip tersebut secara luas dapat dimaknai sebagai prinsip keberlanjutan dan diharapkan sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (sustainable development goals/TPB/SDGs). Dari sisi sektor jasa keuangan juga telah sejalan dengan inisiatif Otoritas Jasa Keuangan melalui Penajaman Roadmap Keuangan Berkelanjutan (2015-2019) dan ketentuan mengenai Keuangan Berkelanjutan.
Solusi yang sangat tepat dengan mensinergikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup secara bersamaan tersebut diharapkan dapat menjadi solusi terhadap fase baru ‘new normal’.
Keuangan berkelanjutan mendorong kita untuk lebih peduli kepada sesama dan lingkungan hidup terlebih dalam menghadapi dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Di sisi lain pemerintah harus aktif dalam mendorong dan memfasilitasi dunia usaha, terutama untuk menggairahkan UMKM di perdesaan. Demikian juga dengan sektor jasa keuangan seperti perbankan harus mulai gencar penyalurkan kredit kepada sektor tersebut dengan stimulus bunga dan kemudahan akses keuangan.
Akhirnya, pemahaman yang menyeluruh mengenai prinsip keberlanjutan di seluruh sektor ini menemukan momentumnya untuk dapat diakselerasi dengan baik agar menjadi solusi bagi pembangunan ekonomi nasional.
Semoga visi Indonesia Maju yang diharapkan Presiden Jokowi dapat terwujud dengan membajak momentum krisis akibat pandemi.