Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) menumumkan deflasi kembali terjadi pada Indeks Harga Konsumen (IHK) September 2020, yaitu sebesar 0,05 persen secara month-to-month (mtm).
Sepanjang tahun kalender, IHK mengalami inflasi sebesar 0,89 persen (year to date/ytd) dan secara tahunan inflasi tercatat sebesar 1,42 persen (year-on-year/yoy).
Adapun, pada Juli dan Agustus 2020, juga terjadi deflasi dengan masing-masing tercatat 0,10 persen dan 0,05 persen.
"Dengan deflasi September, maka telah terjadi deflasi tiga kali berturut," kata Kepala BPS Suhariyanto.
BPS mencatat, dari kelompok pengeluaran, deflasi disumbang oleh kelompok makanan, minuman dan tembakau, serta kelompok transportasi.
Sementara, inflasi inti pada September tercatat sebesar 0,13 persen. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Agustus 2020 sebesar 0,29 persen.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Sebelumnya memperkirakan IHK pada September 2020 akan mengalami deflasi pada kisaran 0,1 hingga 0,5 persen.
Menurutnya, deflasi terjadi karena adanya penurunan beberapa harga komoditas pangan. Sementara itu, dari sisi permintaan, konsumsi masyarakat juga masih rendah sehingga produsen mengalami kelebihan pasokan di pasar.
Deflasi yang terjadi selama 3 bulan secara berturut-turun menunjukkan ancaman resesi ekonomi semakin nyata pada kuartal III/2020.
Dari sisi permintaan, daya beli masyarakat terlihat terus menurun. Hal ini terlihat dari pergerakan inflasi inti yang turun, baik secara bulanan maupun tahunan. Sejak Maret 2020, inflasi inti sudah menunjukkan tren yang menurun.
Tidak hanya mengancam resesi, menurut Bhima, deflasi yang terjadi secara berkelanjutan juga akan mengancam pertumbuhan ekonomi pada kuartal keempat tahun ini.
"Jika deflasi terus terjadi secara kontinu maka dikhawatirkan pertumbuhan ekonomi hingga kuartal IV akan mengalami tekanan khususnya konsumsi rumah tangga dan investasi," katanya kepada Bisnis, Kamis (1/10/2020).
Di samping itu, Bhima mengatakan deflasi yang cukup dalam juga merupakan salah satu indikator akan terjadinya depresi ekonomi.
Kondisi deflasi ekonomi yang berkelanjutan menunjukkan harga barang di pasar tidak naik, justru sebaliknya harga barang terus menurun.
"Tahun 1930 ketika terjadi depresi besar indikator utamanya adalah deflasi yang berkepanjangan," katanya.