Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia National Air Carriers Association (INACA) mengemukakan perlu ada lembaga pembiayaan non-bank yang dihadirkan oleh pemerintah sebagai strategi fundamental operasional maskapai ke depan.
Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja mengatakan strategi fundamental harus mulai disusun selama satu hingga dua pekan ke depan melalui strategi pembiayaan yang dihadirkan oleh pemerintah.
Pasalnya selama ini nilai tukar mata rupiah menjadi musuh utama bagi industri penerbangan yang dapat menggerus operasional maskapai. Apabila kondisi ini terus berlanjut, bisnis ini bisa menjadi marjinal dan tinggi risiko.
“Lembaga ini bisa diinisiasi sejak awal karena musuh utama maskapai nilai tukar menjadi kesulitan tersendiri bagi industri penerbangan karena nilainya bergeser dari waktu ke waktu. Untuk mengurangi ketergantungan dari lembaga asing tidak tinggi dan bargaining power maskapai cukup kuat,” jelasnya, Selasa (29/9/2020).
Di luar lembaga pembiayaan, asosiasi juga menilai pentingnya pembangunan sea port kedepan ketimbang membangun bandara baru. Hal itu bukan hanya karena nilai investasi pembangunan bandara yang tinggi mencapai Rp10 triliun tetapi juga konektivitas yang lebih efektif dibangun dengan karakteristik Indonesia sebagai negara perairan.
Dalam paparannya, Denon yang merupakan CEO Whitesky Aviation tersebut menuturkan saat ini jumlah penumpang transportasi udara hingga Agustus 2020 mencapai 2-3 juta per bulan. Angka ini baru sebesar 30 persen dibandingkan dengan pada 2019.
Baca Juga
Sementara itu sebagai perbandingan pada 2019 dibandingkan dengan pada 2018 telah terjadi penurunan sebesar 20 persen. Jumlah penumpang pada 2018 mencapai 115 juta penumpang sedangkan pada 2019 jumlahnya mencapai 91 juta penumpang.
“Kami melihat ada upaya realistis menghadapinya dimana demand yang ada saat ini tidak bisa kembali seperti pada 2019. Upaya memangkas biaya mengurangi beban harus dilakukan secara bertahap, sehingga pasar maskapai yang saat ini mencapai 40 persen secara realistis bisa dicapai,” ujarnya.