Bisnis.com, JAKARTA - Sistem perlindungan sosial di tengah pandemi Covid-19 menjadi penting karena berpengaruh pada daya beli masyarakat.
Ekonom Chatib Basri mengatakan bahwa dengan adanya protokol kesehatan, stimulus kebijakan fiskal untuk sistem tersebut hanya bisa didorong untuk tiga hal, yakni alokasi kesehatan, perlindungan sosial, dan pemulihan ekonomi.
“Semua negara melakukan lakukan itu. Yang menarik hampir semua negara melakukan apa yang kita lakukan dari 2015 lalu, yaitu BLT [bantuan langsung tunai],” katanya dalam diskusi virtual, Selasa (15/9/2020).
Chatib menjelaskan bahwa Hongkong, Singapura, bahkan Amerika Serikat meniru kebijakan Indonesia. Alasannya, percuma apabila suku bunga diturunkan tapi tidak ada permintaan kredit.
Oleh karena itu, agar ada kenaikan permintaan, BLT diperlukan. Masalahnya, dia melihat data kelompok masyarakat yang tergolong miskin di Indonesia sudah usang. Adapun, data paling baru dikeluarkan pada tahun 2015.
“Setelah itu tidak ada lagi. Jadi pemerintah ingin alokasi dana bansos tapi problemnya setelah 2015 tidak updated. Lalu mau diberikan ke mana?” jelasnya.
Baca Juga
Bukan itu saja, pemerintah juga tidak punya data konkret warga rentan. Mereka bisa menjadi tidak mampu ketika terjadi sebuah gejolak ekonomi, seperti di tengah pandemi.
“Nah, yang kaya gini datanya tidak ada. Jadi perlu ada peruasan bukan hanya ke warga miskin tapi juga ke middle,” ucap mantan Menteri Keuangan ini.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, serapan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk menanggulangi Covid-19 hingga pekan lalu baru 31,4 persen dari pagu anggaran sebesar Rp695,2 triliun.