Bisnis.com, JAKARTA - Kebutuhan belanja yang tinggi serta pengurangan target pendapatan negara menyebabkan defisit anggaran tahun 2021 melebar di angka 5,7 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Di sisi lain, pemerintah juga dituntut sebisa mungkin menjaga defisit APBN 2021 tetap berada di angka yang telah ditentukan. Kalaupun ada perubahan anggaran dalam pelaksanaannya nanti, opsi refocusing anggaran perlu didahulukan.
Pelebaran defisit APBN 2021 ini dipicu oleh sejumlah aspek yakni peningkatan alokasi pembiayaan yang mencapai Rp35,2 triliun dan perubahan belanja.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kenaikan defisit sebesar 0,2 persen dari PDB ini akan dibiayai oleh tambahan penerbitan surat berharga negara (SBN) senilai Rp34,9 triliun, penggunaan saldo anggaran lebih (SAL) Rp15,8 triliun dan tambahan cadangan pembiayaan pendidikan Rp15,4 triliun.
"Karena ada perubahan dari pendapatan negara itu, maka ada kenaikan defisit menjadi 5,7 persen dari PDB," kata Sri Mulyani, Jumat (11/9/2020).
Sri Mulyani menambahkan perubahan postur dan kenaikan defisit ini kemudian menambah kebutahan utang pemerintah. Pembiayaan utang akan meningkat dari Rp1.142 triliun menjadi Rp1.177,4 triliun. Pemenuhan pembiayaan utang ini akan didominasi oleh SBN senilai Rp1.207,3 triliun.
Baca Juga
Postur sementara APBN 2021 diharapkan bisa menjadi pembahasan untuk menyelesaikan RUU APBN 2021. RUU tersebut menurut Sri Mulyani akan menjadi landasan di dalam menjaga kondisi tahun 2021 yang masih akan menghadapi ketidakpastian.
Pemerintah, lanjut Sri Mulyani akan berkomitmen untuk menjaga defisit tetap di angka 5,7 persen. Apabila terjadi perubahan pos dalam pendapatan akan dilakukan kebijakan penajaman dan refocusing anggaran.
"Kami akan melaksanakan sesuai dengan amanat yang nanti akan ada di dalam RUU APBN 2021," jelasnya.