Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) menilai volume izin garam impor yang diterbitkan tahun ini harus sesuai dengan izin impor yang direkomendasikan pabrikan pada awal tahun.
Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman mengatakan izin impor yang diterbitkan untuk kuartal III/2020 kembali tidak sesuai. Adapun, volume garam impor yang disetujui berkurang sampai 30 persen dari volume seharusnya.
"[Volume importasi garam yang diijinkan] belum sesuai dengan rekomendasi [awal 2020], tapi sudah diberikan. Jadi, saya pikir ini [proses produksi] bisa jalan dulu supaya tidak terjadi kekurangan [garam di industri]," katanya kepada Bisnis belum lama ini.
Seperti diketahui, Gapmmi mengusulkan agar volume importasi garam yang diijinkan sekitar 550.000 ton. Namun, rekomendasi akhir yang disetujui adalah 530.000 ton.
Dengan kata lain, volume persetujuan impor garam yang diberikan adalah 132.500 per kuartal atau 265.000 per semester. Namun demikian, persetujuan impor yang diterbitkan pada 10 Maret 2020 hanya 219.000 untuk semester I/2020 atau lebih rendah 17,35 persen dari yang seharusnya.
Baca Juga
Adhi menyampaikan pemerintah telah menerbitkan seluruh izin impor garam untuk kebutuhan semester I/2020. Adhi berujar industri olahan pangan tidak mengalami kekurangan garam lantaran permintaan di pasar juga berkurang.
Namun demikian, Adhi meramalkan permintaan di semester II/2020 akan berangsur pulih dengan adanya pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB), stimulus perekonomian ke kelas menengah dan menengah bawah, dan gaji ke-13 aparatur sipil negara (ASN).
"September awal harus dievaluasi [penerbitan izin impor garam kuartal III/2020] supaya pada kuartal IV/2020 bisa segera diputuskan [izin impor garamnya]," ucapnya.
Adhi menegaskan agar izin impor garam bisa sesuai pada tahun ini lantaran produksi dari petambak garam lokal juga mengalami masalah. Menurutnya, produktivitas tambak-tambak garam di dalam negeri menurun lantaran curah hujan yang tidak menentu.
Pada paruh kedua 2019, industri mamin mengajukan tambahan kuota impor garam sebesar 300.000 ton. Pasalnya, pabrikan hanya mendapatkan kuota impor sekitar 300.000 ton dari rekomendasi awal sebesar 550.000 ton.
Karena garam di gudang industri mamin kosong, pabrikan menerima 170.000 ton garam dari industri klor alkali dan kertas untuk meneruskan proses produksi pada semester II/2019. "Mudah-mudahan [kekosongan garam di gudang industri[ tidak terulang kembali."
Berdasarkan neraca garam nasional, kebutuhan garam nasional tahun 2019 diperkirakan sekitar 4,2 juta ton. Jumlah tersebut terdiri atas kebutuhan industri sebesar 3,5 juta ton, konsumsi rumah tangga 320.000 ton, komersial 350.000 ton, serta peternakan dan perkebunan 30.000 ton.