Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Berharap Tekan Impor, Pemerintah Masih Mengkaji Metode Produksi Garam

Kebutuhan garam nasional diperkirakan mencapai 4,5 juta ton, sedangkan produksi garam ditargetkan 3,4 juta ton pada 2024. Ini artinya kebutuhan impor garam  masih sekitar 1,1 juta ton.
Ilustrasi Garam /Antara-Zabur Karuru
Ilustrasi Garam /Antara-Zabur Karuru

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) melakukan rapat koordinasi virtual terkait Harmonisasi Program Flagship Prioritas Riset Nasional Teknologi Garam Terintegrasi dan Sentra Ekonomi Garam Rakyat untuk Tata Kelola Pergaraman Nasional yang Baik.

Dalam rakor virtual yang digelar Selasa (9/6/2020), Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Safri Burhanuddin mengungkapkan kebutuhan garam nasional diperkirakan mencapai 4,5 juta ton, sedangkan produksi garam ditargetkan 3,4 juta ton pada 2024. Ini artinya kebutuhan impor garam  masih sekitar 1,1 juta ton.

Terkait Flagship Prioritas Riset Nasional Teknologi Garam Terintegrasi, Safri mengimbau untuk memutuskan sistem atau metode pergaraman yang akan dipakai untuk menghasilkan garam dengan kualitas di atas 96 persen.

“Kalau itu memang sistemnya PT Garam, kita harus berani mengatakan bahwa sistemnya harus memiliki standar yang lebih baik, dia tidak boleh lagi pakai teknologi yang dia pakai sekarang yang hasilnya cuma 50—60 ton, harusnya bisa menghasilkan 100—150 ton garam”, katanya dalam keterangan resmi, Rabu (10/6/2020).

Dengan adanya peningkatan produksi garam, maka impor garam dapat ditekan. Hanya saja, untuk menentukan program ataupun teknologi produksi garam, pemerintah perlu melakukan harmonisasi kebijakan antarkementerian/lembaga.

Mendukung hal tersebut, Direktur Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan Miftahul Huda mengatakan bahwa KKP telah mencoba merancang Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional.

“Sehingga itu menjadi dasar hukum bagi flagship, bagi kami dan kementerian terkait lainnya untuk bergerak bersama-sama mencapai swasembada garam”, papar Huda.

Perpres ini tambahnya, disusun karena ada arahan Presiden pada rapat terbatas Februari lalu yaitu untuk membuat industri garam terintegrasi.

Dia menambahkan, di dalam beleid tersebut nantinya terdapat Rencana Aksi yang menjadi program Kementerian/Lembaga terkait pada 2020 hingga 2024 melalui pengembangan Sentra Ekonomi Garam Rakyat (SEGAR).

Adapun, isi rencana aksi nasional aturan ini diarahkan untuk mensinkronkan program-program dari setiap Kementerian/Lembaga terkait yang terlibat dalam urusan pergaraman.

“Dan KKP terlibat dalam membuat Sentra Ekonomi Garam Rakyat [SEGAR). SEGAR Ini mencoba mengintegrasikan urusan hulu dari proses produksi sampai proses pemasaran pada level lokal”, jelas Huda

 

Sementara itu, Direktur Pusat Teknologi Sumber Daya Energi dan Industri Kimia BPPT Hens Saputra memaparkan program flagship garam BPPT sebagai upaya mengejar pemenuhan kebutuhan garam nasional. 

“Tidak semua diimpor, untuk garam konsumsi sebagian sudah bisa dipenuhi dengan garam lokal. Tentunya ini yang sudah melalui proses pengolahan”, kata Hens.

Hens menjelaskan, dalam rangka meningkatkan daya saing produk lokal garam menuju kemandirian, BPPT telah menyiapkan teknologinya.

Untuk garam CAP kebutuhan impornya 2,300.450 ton, secara teknologi ada 2 solusi yang bisa dilakukan yaitu Implementasi teknologi garam tanpa lahan atau biasa disebut dengan garam dari PLTU dan pembenahan lahan pegaraman terintegrasi serta ekstensifikasi lahan.

Kemudian garam aneka pangan dan pertambangan dengan kebutuhan impor sebanyak 623.285 ton, dukungan teknologinya yaitu mulai dari pabrik pemurnian garam rakyat menjadi garam industri. Sedangakan garam farmasi dan pro analisa dengan kebutuhan impor 7.564 ton.

“Kami sudah membuat design-nya dan ada pabriknya yaitu PT Kimia Farma, rencana membangun 2.000 ton pertahun , dan PT KDS pabrik garam pro-analisis dengan rencana produksi 1 ton perhari”, kata Hens.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper