Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Masih Berisiko Tinggi, Pengembangan EBT Perlu Kolaborasi

Pengembangan EBT memerlukan dukungan pemerintah melalui pemberian insentif-insentif yang dapat meningkatkan investasi.
Seorang warga memikul pupuk kandang di perladangan sekitar instalasi sumur Geothermal atau panas bumi PT Geo Dipa Energi di kawasan dataran tinggi Dieng Desa Kepakisan, Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, Rabu (19/8/2020). ANTARA FOTO/Anis Efizudin
Seorang warga memikul pupuk kandang di perladangan sekitar instalasi sumur Geothermal atau panas bumi PT Geo Dipa Energi di kawasan dataran tinggi Dieng Desa Kepakisan, Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, Rabu (19/8/2020). ANTARA FOTO/Anis Efizudin

Bisnis.com, JAKARTA — Pengembangan energi baru dan terbarukan yang masih berisiko tinggi membuat dalam pelaksanaan masih harus memerlukan kolaborasi.

Presiden Komisaris PT Pertamina Power Indonesia Dharmawan H. Samsu mengatakan bahwa mekanisme pendanaan dengan skema kolaborasi menjadi salah satu opsi untuk memperkecil risiko.

Pasalnya, dalam pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) terutama panas bumi masih berisiko tinggi, terlebih pada saat proses eksplorasi.

"Kerja sama dengan pemain yang memiliki minat yang sama. Kesemuanya itu dipelajari dalam konteks keekonomian dari semua project, funding-nya tidak kecil dan jika funding besar dan risiko besar mendorong kami strategic partnership," katanya dalam sebuah webinar pada Kamis (27/8/2020).

Dharmawan menambahkan bahwa pengembangan EBT memerlukan dukungan pemerintah melalui pemberian insentif-insentif yang dapat meningkatkan investasi di sektor ini.

Selain itu, regulasi-regulasi yang lebih ramah kepada investor sangat diperlukan untuk investasi dengan risiko tinggi.

"Kesertaan pemerintah itu bukan hanya dalam sisi fiskal, melainkan dalam sifatnya regulasi-regulasi," ungkapnya.

Pemerintah tengah memfinalisasi peraturan presiden mengenai tarif pembelian tenaga listrik yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) oleh PT PLN (Persero).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan bahwa rancangan perpres tersebut sedang diproses oleh Kementerian Hukum dan HAM.

"Saat ini sedang finalisasi dengan Kemenkeu karena mencakup keterlibatan kementerian-kementerian lain," kata Arifin dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Rabu (26/8/2020).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Ridwan
Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper