Bisnis.com, JAKARTA — Pengembangan energi baru dan terbarukan yang masih berisiko tinggi membuat dalam pelaksanaan masih harus memerlukan kolaborasi.
Presiden Komisaris PT Pertamina Power Indonesia Dharmawan H. Samsu mengatakan bahwa mekanisme pendanaan dengan skema kolaborasi menjadi salah satu opsi untuk memperkecil risiko.
Pasalnya, dalam pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) terutama panas bumi masih berisiko tinggi, terlebih pada saat proses eksplorasi.
"Kerja sama dengan pemain yang memiliki minat yang sama. Kesemuanya itu dipelajari dalam konteks keekonomian dari semua project, funding-nya tidak kecil dan jika funding besar dan risiko besar mendorong kami strategic partnership," katanya dalam sebuah webinar pada Kamis (27/8/2020).
Dharmawan menambahkan bahwa pengembangan EBT memerlukan dukungan pemerintah melalui pemberian insentif-insentif yang dapat meningkatkan investasi di sektor ini.
Selain itu, regulasi-regulasi yang lebih ramah kepada investor sangat diperlukan untuk investasi dengan risiko tinggi.
Baca Juga
"Kesertaan pemerintah itu bukan hanya dalam sisi fiskal, melainkan dalam sifatnya regulasi-regulasi," ungkapnya.
Pemerintah tengah memfinalisasi peraturan presiden mengenai tarif pembelian tenaga listrik yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) oleh PT PLN (Persero).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan bahwa rancangan perpres tersebut sedang diproses oleh Kementerian Hukum dan HAM.
"Saat ini sedang finalisasi dengan Kemenkeu karena mencakup keterlibatan kementerian-kementerian lain," kata Arifin dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Rabu (26/8/2020).