Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah terus meramu aturan untuk menggenjot bauran energi baru dan terbarukan (EBT). Energi dari sumber baru dan terbaru perlu digenjot guna mengurangi gas rumah kaca hingga 29 persen pada 2030 mendatang.
Direktur Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ida Nuryatin Finahari mengatakan, pemerintah tengah mencari solusi untuk membangun kepercayaan investor untuk menjalankan bisnis energi bersih melalui pengaturan skema yang kompetitif.
"Dalam sisi kebijakan pemerintah tengah menggodok rancangan peraturan presiden yang mengatur harga listrik EBT," katanya dalam webinar yang digelar pada Rabu (19/8/2020).
Dia menjelaskan, meningkatkan pemanfaatan EBT bukanlah tugas yang mudah, diperlukan kerja keras untuk mencapai target energi nasional terutama di tengah pandemi.
Ida menambahkan, pengembangan energi panas bumi dapat memberi dampak ganda multiplier efek terhadap sejumlah sektor.
"Energi panas bumi merupakan sumber energi bersih ramah lingkungan dan terbarukan dengan kapasitas faktor yang besar sehingga signifikan berkontribusi pada bauran EBT dan pengurangan emisi gas rumah kaca," ungkapnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, Indonesia berkomitmen mengurangi gas rumah kaca hingga 2030 sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional.
Pemerintah telah mencanangkan penurunan emisi gas rumah kaca 314 juta ton co2 ekuivalen pada 2030 dengan estimasi kebutuhan investasi sebesar Rp3.500 triliun.
Untuk pembangkit EBT ditargetkan dapat berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 156,6 juta co2 ekuivalen atau 49,8 persen dari total aksi mitigasi sektor energi dengan kebutuhan investasi kurang lebih Rp1.690 triliun.
"Indonesia telah memiliki 10,4 GW pembangkit listrik terpasang EBT, terhitung hingga semester I/2020 didominasi hydro 6,07 GW, panas bumi 2,1 GW," ungkapnya.