Tahun 2020 dimulai dengan optimisme global tentang masa depan ekonomi. Namun wabah Covid-19 telah menyebabkan penurunan tajam yang mengganggu industri, bisnis dan mata pencaharian. Ekonomi global yang tumbuh 2,9% pada 2019 diprediksi berkontraksi setidaknya 5% pada tahun ini.
Prognosis kami terhadap ekonomi global menggarisbawahi setidaknya ada dua perubahan makro saat pandemi berakhir. Pertama, setelah melalui beberapa dekade globalisasi, ada kemungkinan bahwa banyak negara akan berfokus pada kekuatan domestik atau inward-looking dalam usaha meningkatkan ketahanan negara terhadap krisis global.
Pandemi telah menyebabkan negara-negara menutup perbatasan dan menghentikan kegiatan manufaktur skala besar yang memengaruhi rantai pasok global dan regional.
Akibatnya, saat ini banyak negara tengah berusaha untuk memperluas produksi dalam negeri dengan tujuan mengurangi ketergantungan mereka pada pemasok negara lain, sehingga gangguan pada rantai pasokan negara tersebut dapat diselesaikan dengan cepat.
Produksi dalam negeri dan swasembada akan menjadi penting terutama untuk beberapa industri strategis. Jika suatu negara tidak dapat melakukan produksi dalam negeri maka harus melakukan diversifikasi sumber pasokan impor.
Baik salah satu pendekatan maupun kombinasi dari kedua pendekatan tersebut dapat meningkatkan biaya bahan baku dan pasokan tetapi akan memastikan ketersediaan pasokan alternatif dalam keadaan darurat. Meskipun biaya lebih tinggi, produksi akan lebih stabil jika gangguan global lainnya terjadi di masa mendatang.
Sementara itu pandemi cenderung memicu penurunan perdagangan internasional yang berdampak buruk terhadap pertumbuhan ekonomi, kami percaya setiap negara akan tetap tangguh seperti yang tecermin seabad lalu setelah pandemi Flu Spanyol pada 1919 berakhir.
Kedua, melihat dari sejarah, globalisasi dan perdagangan global juga tidak mungkin mengalami kemunduran secara permanen. Untuk itu, perubahan makro kedua yang terjadi telah mempercepat transisi pusat sistem global dari Amerika Serikat ke China. Dalam krisis global ini, kita telah melihat upaya China dalam mengelola dampak domestik Covid-19 dan bantuan yang mereka berikan kepada negara-negara lain yang terdampak.
Pemulihan Covid-19 di China dikombinasikan dengan momentum pra-pandemi melalui investasi Belt and Road Initiative di belahan dunia timur akan terus memperkuat pengaruhnya di level global.
Indonesia harus melihat implikasi yang disebabkan oleh pandemi global dan mengambil strategi yang tepat dalam meresponsnya. China adalah mitra dagang terbesar Indonesia untuk beberapa sektor ekspor-impor dan pada kuartal pertama 2020, negeri Panda telah menyumbang 19% dari total investasi asing langsung. Salah satu investasi terbesar China adalah pabrik aki mobil listrik di Morowali yang telah beroperasi sejak 2018.
Impor barang modal dan mesin Indonesia yang digunakan dalam produksi tersebut juga sebagian besar berasal dari China. Di bawah skenario globalisasi yang dipimpin China, kolaborasi ekonomi bilateral Indonesia—China akan menjadi sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Bahkan ketika Indonesia terus menyambut arus perdagangan dan investasi global, kita harus memperkuat ketahanannya dengan memperdalam kemampuan domestik. Misalnya, investasi asing langsung ke Indonesia dapat disertai dengan kewajiban untuk membagikan pengetahuan dan teknologi kepada bisnis dan tenaga kerja lokal.
Memperkuat keahlian dan keterampilan pekerja adalah kunci untuk meningkatkan peran mereka dalam ekonomi domestik yang akan mengarah pada peningkatan pendapatan dan standar hidup.
Mengingat besarnya jumlah tenaga kerja dan sumber daya alam yang kaya, Indonesia harus mampu meningkatkan produksi dalam negeri pada industri inti dan strategis seperti makanan dasar dan olahan, perawatan kesehatan, bahan bangunan, pakaian dan transportasi.
Untuk sektor noninti dan nonkritis seperti pariwisata, perhotelan, hiburan, dan manufaktur, kami berharap akan ada diversifikasi rantai pasokan yang lebih besar karena perusahaan-perusahaan dapat lebih memperhatikan kelangsungan bisnis dengan menemukan keseimbangan baru antara pemasok lokal yang kompeten dan pemasok luar negeri yang beragam. Pada intinya, perusahaan harus mengubah cara mereka beroperasi.
Kebijakan ekonomi Indonesia telah bergerak menuju arah yang tepat sejak awal dekade ini seiring dengan reformasi yang diluncurkan untuk mendukung pertumbuhan dan ketahanan ekonomi berkelanjutan. Undang-undang Omnibus untuk menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan menandai awal reformasi struktural untuk meningkatkan keterampilan pekerja Indonesia dan menarik investasi asing yang tepat, terutama di sektor makanan dan minuman serta transportasi, dengan tujuan memperkuat ekonomi Indonesia.
Indonesia juga harus mendorong investor lokal untuk berbuat lebih banyak untuk berkontribusi dalam mendukung industri inti dan strategisnya. Misalnya, sektor makanan dan minuman mendapat lebih dari US$17 miliar untuk investasi dalam negeri langsung tahun lalu, tertinggi dari seluruh sektor.
Kebijakan fiskal juga akan lebih ekspansif dan, jika perlu, lebih banyak counter-cyclical melalui peningkatan pengeluaran pemerintah atau pengurangan pajak untuk membantu merangsang pemulihan ekonomi.
Pemerintah berperan penting untuk mengembangkan sektor-sektor inti dan strategis serta dalam meluncurkan langkah-langkah fiskal, karena gangguan ekonomi global dapat terjadi secara tak terduga. Untuk membangun ekonomi nasional, kebijakan moneter dan keuangan perlu menjaga stabilitas nilai tukar dan memfasilitasi pinjaman ke sektor swasta, terutama usaha kecil dan menengah.
Kebijakan juga didorong untuk mendukung pertumbuhan sektor keuangan dan penyediaan produk keuangan yang lebih beragam dan kompetitif.