Bisnis.com, JAKARTA - Akselerasi pengembangan energi baru dan terbarukan menjadi solusi dampak penurunan lifting minyak bumi dan gas (migas).
Adapun pemerintah menargetkan pada 2021, lifting minyak dipatok sebesar 705.000 barel per hari, sedangkan untuk lifting gas dipatok 1,07 juta barrel of oil equivalent per day (boepd).
Menanggapi hal tersebut Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengingatkan bahwa Indonesia mengalami konsistensi penurunan lifting migasnya sejak 10 tahun lalu ketika produksi minyak mentah Indonesia tembus di bawah angka 1 juta barrel oil per day (bopd).
"Bahkan dalam 3 tahun terakhir, defisit neraca minyak Indonesia sangat memprihatinkan karena konsumsi minyak dalam negeri dua kali lipat dari produksinya," ujarnya dalam keterangan resmi, Minggu (16/8/2020).
Lebih lanjut, dia memahami bahwa saat ini terjadi penurunan permintaan terhadap minyak mentah akibat pandemi Covid-19 dan sejumlah raksasa migas menahan kegiatan eksplorasi dan pengeborannya karena harga crude yang relatif rendah.
Kendati demikian, SKK Migas dan Pertamina tidak boleh menyalahkan faktor eksternal ini sebagai kambing hitam rendahnya target lifting tahun depan
Baca Juga
“Penurunan produksi di dua blok besar, yakni Blok Mahakam dan Rokan, harus ditanggulangi secara cepat untuk mencegah penurunan angka produksi lebih lanjut. Pertamina selaku operator harus siap secara teknis dan finansial agar investasi dan kegiatan pengeboran bisa dilaksanakan secepatnya," jelas Eddy yang juga menjabat Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PAN.
Salah satu solusi yang ditawarkan Eddy untuk meningkatkan cadangan migas adalah dengan mengakselerasi pengembangan dan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan, khususnya tenaga hydro, surya dan angin.
Menurutnya, energi baru dan terbarukan tersebut akan menyubstitusi penggunaan energi fosil yang saat ini menjadi penyumbang terbesar dari defisit transaksi berjalan Indonesia.
Pasalnya, jika Indonesia gagal mencapai target lifting minyak 1 juta barel per hari sebagaimana ditargetkan tercapai pada 2030 dan lambat mengembangkan energi baru-terbarukan, defisit transaksi berjalan Indonesia bisa semakin lebar.