Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri menyayangkan rendahnya belanja negara untuk penelitian dan pengembangan.
Kementerian Riset dan Teknologi, jelas dia, bahkan harus rela mendapat pemangkasan belanja menjadi Rp2 triliun dari pagu awal Rp42 triliun. Kondisi itu, sebutnya, berbanding jauh dari Kementerian Pertahanan yang belanjanya masih tinggi yakni Rp122 triliun pada tahun ini.
Faisal mengatakan kondisi juga tercermin juga dari porsi ekspor teknologi tinggi yang sangat rendah yakni 8 persen. Realisasi itu sangat jauh dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia dengan porsi mencapai 52 persen.
"Trennya ini juga turun, dari 2010 yang masih berada di 12 persen dari ekspor manufaktur. Jadi, pada hakekatnya kemerdekaan kita kurang bermakna," ujarnya dalam webinar bertajuk Indonesia 'Naik Kelas' yang dihelat Cambridge Indonesia Association dalam rangka menyambut 75 Tahun Kemerdekaan Indonesia, Sabtu (5/8/2020).
Faisal menyebut kondisi itu menjadi salah satu tantangan bagi Indonesia untuk naik kelas dan mencapai kemerdekaan. Padahal, Indonesia sudah mamasuki kelas upper middle income dan terus berupaya untuk masuk ke kelas lebih lanjut yakni high middle income dengan gross national income per capita di atas US$12.535
Tantangan lain yang dihadapi Indonesia, kata dia, adalah tidak meratanya kekayaan, indeks kapitalisme-kronis, dan rendahnya belanja untuk penelitian dan pengembangan.
"Bahkan sebenarnya kita justru memiliki potensi untuk turun kelas karena adanya potensi kontraksi ekonomi tahun ini," katanya.
Faisal menjelaskan data indeks inekualitas nasional telah berada di bawah 0,4 yang artinya sudah bagus. Namun, indeks kepemilikan 10 persen kekayaan orang kaya di Indonesia justru masih tinggi yakni mencapai 74,3 persen.
Di samping itu, indeks kapitalisme-kronis masih tinggi yakni 3,8. Ini menunjukkan kecilnya kesempatan individu untuk mencapai kesuksesan dengan kemampuan pengetahuannya.