Bisnis.com, JAKARTA - Diversifikasi ekspor di luar negara tujuan utama produk asal Indonesia sangat diperlukan untuk mendorong stabilitas kinerja ekspor yang rentan diterpa gejolak global.
Guru Besar Ekonomi UGM Mudrajad Kuncoro mengatakan bahwa ekspor Indonesia selama ini terkonsentrasi di sejumlah negara terutama China, Amerika Serikat, dan Jepang. Padahal potensi ekspor di negara lainnya juga masih terbuka lebar.
"China masih yang terbesar sekitar 17 persen. Pertanyannya, bagaimana ekspor ke negara nontradisional?" ungkap Mudrajad, Rabu (12/8/2020).
Mudrajad menambahkan bahwa berdasarkan data Kementerian Peedagangan dalam kurun 2019 - 2020, upaya diversifikasi pasar ekspor mulai berjalan. Dari data tersebut ekspor tujuan Mongolia mengalami pertumbuhan cukup signifikan, yaitu mencapai 450,29 persen.
Pertumbuhan ekspor nontradisional lainya yang juga melonjak cukup signifikan adalah tujuan Zimbabwe sebesar 353,73 persen, Afrika Tengah sebesar 315,9 persen, Sao Tome & Principe 279,4 persen, dan Bulgaria sebesar 222, 27 persen.
Negara-negara yang sebelumnya tak banyak dilirik ini, justru pertumbuhannya cukup signifikan. Angka ini menunjukkan bahwa pasar di negara-negara kecil memiliki potensi yang cukup besar.
"Jadi, kalau di pasar kecil sebenarnya kita mendominasi, kita bisa menjadi raja di situ," jelasnya.