Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ICP Menghangat, Akankah Proyek Migas Kembali Berjalan?

Kendati sudah merangkak naik, harga minyak masih diproyeksi bergerak di bawah level US$50.
Karyawan mengamati Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), di galeri Bursa Berjangka Komoditi , Jakarta, Senin (15/5)./JIBI-Endang Muchtar
Karyawan mengamati Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), di galeri Bursa Berjangka Komoditi , Jakarta, Senin (15/5)./JIBI-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak mentah Indonesia pada Juli 2020 meningkat, akankah hal tersebut menjadi sinyal positif untuk gairah proyek hulu migas yang sempat tertunda?

Berdasarkan perhitungan formula Indonesia Crude Price (ICP), rata-rata ICP minyak mentah Indonesia pada Juli 2020 mencapai US$40,64 per barel atau naik sebesar US$3,96 per barel dibandingkan dengan US$36,68 per barel pada bulan sebelumnya.

Staf Pengajar Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto berpendapat bahwa kelanjutan proyek hulu migas tetap harus dilihat dalam jangka panjang.

Kendati harga minyak sudah merangkak naik, harga masih diproyeksi bergerak di bawah level US$50.

"Jadi, dapat dikatakan masih marginal saja untuk migas nasional, termasuk untuk proyek-proyeknya," katanya kepada Bisnis, Rabu (12/8/2020).

Dia menambahkan bahwa kelanjutan proyek juga bergantung pada prioritas portofolio yang dimiliki oleh investor.

Menurut Pri, perusahaan migas global pasti menyusun strategi investasinya berdasarkan peringkat portofolio yang dimiliki secara global.

"Kalau tidak masuk standar keekonomian mereka atau secara ranking portofolio proyek-proyek hulu migas kita tersebut kalah kompetitif atau kalah dalam hal keekonomiannya dengan proyek mereka yang lain di negara lain ya, tentu mereka pada akhirnya akan menarik diri dari proyek-proyeknya di Indonesia," jelasnya.

Tim Harga Minyak Indonesia menyatakan bahwa International Energy Agency melalui laporan Juli 2020, menyampaikan pasokan minyak mentah global pada Juni 2020 turun sebesar 2,4 juta barel per hari (bph) menjadi 86,9 buta bph yang merupakan level terendah dalam sembilan tahun terakhir.

"Penurunan ini antara lain disebabkan oleh tingkat kepatuhan OPEC+ yang mencapai 108 persen serta penurunan produksi dari AS dan Kanada," demikian dikemukakan Tim Harga Minyak Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Ridwan
Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper