Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha industri sawit belum berani menargetkan kinerja pada semester II/2020 meski komoditas utama Indonesia itu menunjukkan tren harga positif seiring ekspektasi membaiknya ekonomi China, pasar utama produk sawit Tanah Air.
Meski demikian, performa sawit diyakini bakal membaik pada paruh kedua sebagaimana kondisi pada tahun lalu.
Jika diakumulasi, produksi sawit pada Januari-Juni 2020 menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencapai 23,5 juta ton. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan akumulasi produksi semester I/2019 yang menyentuh 25,8 juta ton.
“Produksi sampai Juni mengalami kontraksi. Kalau dilihat turun sampai 10 persen. Memang produksi bulanan trennya naik, tapi kami tidak tahu bagaimana, tapi year to date turun 10 persen,” kata Ketua Umum Gapki Joko Supriyono dalam konferensi pers virtual, Rabu (12/8/2020).
Penurunan produksi ini pun diikuti pula dengan kinerja ekspor yang secara volume turun 11 persen. Joko mengemukakan hal ini turut dipengaruhi oleh pelemahan ekonomi global akibat pandemi Covid-19 yang menggerus permintaan dari pasar utama.
“Market utama seperti Eropa, India, dan China pada awal tahun sudah memberlakukan lockdown. Jadi demand secara global mengalami pelemahan yang signifikan dan ini pengaruhnya ke kinerja ekspor. Alasannya jelas, namun sampai kapan akan terjadi kami tidak tahu,” lanjutnya.
Baca Juga
Volume ekspor sawit sepanjang semester I tercatat turun 11 persen menjadi 15,5 juta ton dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 17,5 juta ton. Meski turun secara volume, nilai ekspor sawit disebut Joko naik 6,4 persen dengan nilai US$10,06 miliar. Dia memperkirakan nilai ekspor bisa mencapai US$20 miliar sampai akhir tahun. Tahun lalu, total nilai ekspor sawit mencapai US$20,2 miliar.
Mulai dibukanya aktivitas ekonomi di negara-negara tujuan ekspor disebut Joko tak serta-merta membuat ekspor sawit bakal membaik pada semester II.
Terdapat sejumlah faktor yang masih akan memengaruhi permintaan sawit dan produk turunannya. Seperti rendahnya harga minyak mentah yang secara otomatis bakal memengaruhi permintaan biodiesel atau bergesernya pola konsumsi imbas dari pembatasan sosial.
Sebagai contoh, Joko mengatakan China mungkin tidak akan membeli biodiesel sebanyak tahun lalu karena harga minyak mentah yang turun. Permintaan pada sawit pun diperkirakan tak akan setinggi dulu seiring membaiknya penanggulangan African swine flu pada peternakan babi yang menyebabkan permintaan pada kedelai sebagai pakan dan bahan baku minyak nabati berangsur pulih.