Bisnis.com, JAKARTA - Institut Studi Transportasi atau Instran menilai rencana pemerintah provinsi DKI Jakarta menggabungkan layanan transportasi daring Grab dan Gojek ke dalam satu aplikasi super (super apps) berisiko menimbulkan praktek monopoli.
Direktur Eksekutif Instran Deddy Herlambang mengatakan secara teknis dari sisi platform dan teknologi, langkah pengintegrasian akan menjadi lebih baik dan praktis karena tidak akan ada banyak aplikasi yang terlibat. Namun, dari sisi bisnis, hal ini menjadi tidak adil bagi penyedia dan konsumen karena tidak menjadi tidak memiliki opsi lain.
“Kalau sudah jadi satu aplikasi malah tidak sehat karena hanya single provider. Selain itu, sebagai pengguna juga menjadi monologis,” jelasnya, Selasa (11/8/2020).
Tak hanya itu, integrasi layanan tersebut juga bisa mendorong tidak adanya persaingan tarif lagi karena kemungkinan akan dikenakan tarif yang sama.
“Paling tetap akan bersaing dengan angkutan umum dan taksi reguler saja,” imbuhnya.
Sementara itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menilai implikasi yang terjadi akibat keberadaan super apps yang memungkinkan adanya layanan Gojek dan Grab dalam satu aplikasi sebagai konsekuensi bisnis dari masing-masing aplikator.
Baca Juga
Pemerintah dalam hal ini fokus mengurusi aspek transportasinya untuk membuat aktivitas yang lebih mudah, nyaman, sehat dan lancar bagi masyarakat bukan persaingan bisnisnya.
Namun super apps ini juga masih menjadi wacana dan akan meminta keterangan skema jelasnya kepada Pemprov DKI Jakarta. Dengan begitu, pemerintah pusat pun dapat menyatakan sikapnya dengan jelas.
"Kami lagi mau minta [Pemprov DKI Jakarta] presentasi dahulu skemanya seperti apa, kalau untuk integrasikan semua moda termasuk tiketnya ya bagus. Sekarang kami mendorong transportasi yang sistemnya terintegrasi [integrated system]," jelas Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi.