Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyatakan keseriusannya dalam pengembangan energi baru dan terbarukan.
Menurutnya mengatakan, pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) tidak kalah penting dengan pengembangan bisnis yang sudah ada.
Pasalnya, dalam 10 tahun ke depan, arah energi di dunia bakal mengarah ke energi yang lebih bersih. Puncak pertumbuhan energi fosil dunia diperkirakan pada 2030, terutama didorong oleh penetrasi sumber energi baru dan terbarukan ke dalam bauran energy.
"Pertamina juga sudah lakukan kajian. Lambat laun pasti akan redup energi fosil. Nah, ini kita melihat dengan terjadinya pandemi, shifting ini makin cepat sehingga kita harus bergegas melakukan transisi energi untuk masuk ke energi baru untuk menggantikan fosil," katanya dalam sebuah webinar, Senin (10/8/2020).
Nicke menjelaskan bahwa salah satu langkah serius Pertamina dalam pengembangan EBT adalah dengan membentuk subholding khusus di dalam struktur organisasi.
Adapun, dalam subholding Pertamina yang dikukuhkan pada 13 Juni 2020, perseroan membentuk subholding kelistrikan dan EBT yang dijalankan oleh PT Pertamina Power Indonesia.
Baca Juga
"Salah satu subholidng yang kami bentuk yakni di renewable energy. Kenapa kami bentuk? Agar ada yang fokus. Ini sama pentingnya dengan existing business," ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebutkan bahwa India merupakan salah satu negara yang paling agresif di Asia dalam pengembangan EBT.
Saat ini, India berada dalam peringkat kelima di dunia dengan kapasitas terpasang EBT dan bauran EBT-nya mencapai 23,39 persen dari total kapasitas terpasang pembangkit 368,98 gigawatt pada akhir Februari 2020. India memiliki target ambisius untuk melakukan ekspansi EBT sebesar 175 GW hingga 2022.