Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menelusuri Jejak Limbah Rayon Utama Makmur

Bau busuk limbah PT Rayon Utama Makmur, produsen serat rayon yang berafiliasi dengan Sritex, telah lama menganggu warga tiga desa di Kabupaten Sukoharjo.
Suasana pabrik PT Rayon Utama Makmur (RUM) di Desa Plesan, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (23/2/2018)./JIBI-Dwi Prasetya
Suasana pabrik PT Rayon Utama Makmur (RUM) di Desa Plesan, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (23/2/2018)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA - Rumah di Desa Plesan, Nguter, Sukoharjo tampak mencolok. Bangunan itu berada persis di pinggir jalan dengan dinding abu-abu dan pagar berwarna biru. Sementara poster berisi protes tentang bau ‘busuk’ limbah PT Rayon Utama Makmur (RUM) terpampang di setiap sudut rumah.

Salah satu isi poster berupa tuntutan supaya RUM segera menuntaskan persoalan bau limbah RUM. Sayangnya, si empunya rumah menolak saat Bisnis meminta izin mengambil foto poster-poster tersebut.

“Di sini bau terus, pagi waktu subuh dan malam. Kalau siang mendingan, kalau malam lah mbadeg [bau],” ungkap Suci saat ditemui 28 Februari 2020.

Suci adalah salah satu warga terdampak. Setiap hari dia dan keluarga kecilnya dipaksa untuk ‘berdamai’ dengan bau hasil produksi RUM yang menyengat. Bau menyengat itu tentu menganggu kehidupan keluarganya. Dia ingin bau busuk di desanya bisa segera hilang.

Namun Suci juga tak habis pikir. Protes warga yang berjalan hampir tiga tahun tak mampu mengubah kondisi lingkungan sekitar RUM. Berbagai langkah sudah dilakoni mulai dari mendatangi langsung perusahaan, demonstrasi, hingga datang ke DPRD Kabupaten Sukoharjo. Tetapi upaya itu tak sepenuhnya berhasil, karena bau limbah RUM masih meneror warga.

Padahal, pada 23 Februari 2018, Bupati Sukoharjo telah menerbitkan Surat Keputusan No. 660.1/207/2018. Keputusan itu meminta RUM untuk menghentikan sementara produksi serat rayon. PT RUM juga diberikan waktu 18 bulan, guna menuntaskan persoalan mengenai bau gas hasil produksinya.

Penghentian sementara PT RUM merupakan rangkaian dari tindakan administratif yang telah ditempuh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo sebelumnya.

Sebelum SK keluar, warga dan PT RUM sebenarnya telah sepakat soal penanganan limbah RUM. Kesepakatan dicapai pada 19 Januari 2018. Penandatanganan kesepakatan ini bahkan disaksikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DPRD Kabupaten Sukoharjo.

Adapun dalam dokumen yang dikutip Bisnis, kesepakatan ditandatangani langsung oleh Presiden Direktur PT RUM Pramono serta perwakilan warga yakni Tomo, Bambang Wahyudi, dan Sutarno Ari Suwarno. Salah satu isi dokumen itu meminta pihak RUM untuk menghentikan sementara produksi serat rayon jika dalam waktu sebulan PT RUM tidak dapat menghilangkan bau tersebut.

Selain itu, perjanjian yang disaksikan langsung oleh Ketua DPRD Sukoharjo Nurjayanto itu juga menekankan bahwa penghentian sementara berlaku sampai perusahaan menyediakan instalansi sulfur avoid (H2S04) recovery.

“Persoalannya sampai sekarang masih kena dampak dari gas tersebut. Padahal kesepakatannya 18 bulan harus bisa menyelesaikan ini,” ujar Tomo, salah warga yang mendatangani kesepakatan tersebut.

Seperti yang banyak diberitakan, pada Oktober 2019, PT RUM kembali mengeluarkan bau limbah pengolahan H2S. Pihak RUM berdalih ada kendala teknis dalam pembuangan limbah udara. Akibatnya, bau limbah kembali menyerang tiga desa di kawasan Nguter, Sukoharjo.

Kejadian ini kemudian memicu warga di sejumlah desa untuk kembali turun ke jalan pada Desember 2019. Warga meminta PT RUM segera merealisasikan janjinya menyediakan H2SO4 recovery atau kembali berhenti berproduksi supaya bau limbah tak lagi mengganggu warga.

“Tetapi nyatanya sampai sekarang belum terpasang dan produksi juga masih berjalan. Padahal H2SO4 recovery-nya belum ada, justru baru pesan kemarin. Kami ingin mereka mematuhi ketentuan saja,” tegasnya.

Jika dirunut, kasus limbah RUM juga telah dilaporkan warga ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Tengah hingga ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Selain itu ada juga hasil kajian tim independen gabungan akademisi di kawasan Surakarta yang dilakukan pada awal 2018.

Hasil kajian ini menegaskan pengolahan limbah gas dari proses produksi belum maksimal mereduksi kandungan gas H2S sehingga masih berdampak pada masyarakat sekitar pabrik.

Seharusnya Emisi H2S rata-rata sebanyak 3 kilogram setiap produksi 1 ton rayon. Sedangkan batas maksimalnya adalah 30 kilogram setiap produksi 1 ton rayon.

Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, juga secara khusus telah mengadakan pertemuan dengan pihak PT RUM, termasuk dengan pengendali PT RUM yakni perwakilan keluarga Lukminto untuk menyelesaikan masalah limbah.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bahkan berulangkali mengirimkan pesan singkat ke Sekretaris PT RUM Bintoro Dibyoseputro untuk memastikan pengadaan H2SO4 recovery segera terealisasi.

“Belum lagi? Kesulitan ya? Masak saya nagih terus!?” tulis Ganjar dalam pesan tertulis itu.

“Sampun [sudah] pak,” balas Bintoro sembari mengirimkan dokumen rencana tata pengelolaan limbah PT RUM. “Saya selalu ‘dimarahi’ pak Ganjar soal itu. Maksudnya bukan marah ya, cuma ingin memastikan bahwa semua berjalan,” kata Bintoro soal pesan tertulis dari Ganjar kepada Bisnis.

Penyediaan H2S04 recovery memang telah molor dari yang ditetapkan dalam surat keputusan Bupati Sukoharjo. SK bupati itu hanya memberikan waktu 18 bulan terhitung sejak tanggal 23 Februari 2018 bagi RUM.

Artinya, jika merujuk ke SK Bupati tersebut, seharusnya perusahaan bisa merealisasikan pada bulan Agutus 2019. Namun PT RUM justru memulai pengadaan alat itu pada Februari 2020.

“Katanya mereka sudah pesan (H2S04 recovery), dari Denmark. Ya wes gek ndang (ya sudah segera), waktunya 1 tahun 2 bulan,” kata Ganjar.

Respons RUM

Sementara itu, Sekretaris PT RUM Bintoro Dibyoseputro mengatakan, PT RUM telah menindaklanjuti semua rekomendasi baik dari surat keputusan Bupati Sukoharjo maupun yang di DPRD Sukoharjo.

Sejak terbitnya SK Bupati Sukoharjo, progres penanganan limbah PT RUM juga mulai dilakukan. Pada Agustus 2018, PT RUM memasang wet scrubber atau alat pengurai uap H2S, 1 unit continuous emission monitoring system (CEMS), termasuk 3 unit continuous air monitoring system (CAMS).

Namun demikian, Bintoro mengakui pengadaan H2SO4 recovery tak bisa sekejap mata. Proses pengadaan masih terus berlangsung. Teknologi yang dipakai dari Denmark, tetapi dirakit di China. “Mudah-mudahan dalam 3 bulan ini bisa dikirim,” ujarnya akhir Februari lalu.

Bisnis kembali mengkonfirmasi kejelasan terkait dengan instalasi alat H2SO4 recovery. PT RUM mengakui ada kendala dalam mendatangkan alat H2S04 recovery karena pendemi virus Corona atau Covid - 19.

Bintoro mengatakan bahwa bahwa karena otoritas China sangat ketat tentang alat kesehatan, sehingga kemungkinan ada penundaan pengiriman mesin.

"Target tiba mesin secara normal akhir tahun 2020. Namun karena pandemi mungkin mundur 6 bulan," ujar Bintoro, Rabu (12/8/2020).

Kendati demikian, Bintoro menjelaskan bahwa proses pengadaan terus berjalan. Semua item yang diimpor sudah dipesan bahkan dibayar dengan fasilitas dari Bank BNI.

H2SO4 recovery adalah alat untuk mendaur ulang gas H2S atau hidrogen sulfida. Pabrik H2SO4 ini membutuhkan bahan baku H2S. 

Diharapkan dengan pembangunan pabrik H2SO4 ini, dapat mengolah semua uap H2S yang selama ini dibuang percuma. Produk H2SO4 merupakan salah satu bahan baku utama RUM, sehingga pabrik ini berfungsi sebagai pendaur ulang.

Harapan Sederhana

Tomo, tokoh masyarakat di sekitar pabrik PT RUM, tidak kaget mendengar kabar mundurnya pengadaan alat H2SO4.

Tomo menegaskan keinginan warga sebenarnya sangat sederhana. Warga tidak menolak setiap kegiatan investasi yang ada di wilayah tersebut, tetapi seharusnya setiap investasi yang datang tak mengganggu kehidupan warga sekitar.

Persoalannya sampai saat ini, bau limbah pembuangan PT RUM terus dirasakan oleh warga. Tim investigasi yang dijanjikan pemerintah juga tak urung bergerak. 

Bahkan di beberapa desa yang letaknya berdekatan dengan pabrik, baunya begitu menyengat seusai hujan reda.

"Warga banyak yang kalau malam begadang, setiap kali bau datang mereka memukul kentongan dan berteriak bau.. bau..,"ujar Tomo.

Tomo meminta PT RUM segera merealisasikan janji-janjinya. Dia berharap bau limbah PT RUM segera hilang dan masyarakat dapat kembali hidup tanpa harus terganggu bau limbah pembungan PT RUM.

PT RUM sendiri adalah produsen serat rayon yang dikendalikan keluarga Lukminto. Dalam laporan keuangan PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex pada 2014, perusahaan mengungkapkan bahwa PT RUM merupakan perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh pemegang saham pengendali Sritex. Bisnis menelusuri keterkaitan PT RUM dan Sritex, serta isu lingkungan tersebut. 

Menelusuri Jejak Limbah Rayon Utama Makmur

Nota Kesepakatan Penanganan Limbah yang diteken oleh PT Rayon Utama Makmur dan perwakilan warga setempat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper