Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) memilih tak ambil pusing dengan ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang berniat menambah tarif 10% bagi negara-negara yang tergabung dalam BRICS, termasuk Indonesia.
Adapun, Indonesia baru-baru ini bergabung ke BRICS bersama negara lainnya yang mencakup berbagai negara seperti Brasil, China, Rusia, Afrika Selatan, India, Iran, Mesir, Ethiopia, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA).
Direktur Eksekutif API Danang Girindrawardana mengatakan, masuknya Indonesia ke blok informal BRICS tersebut merupakan keputusan politik pemerintah Indonesia yang diyakini telah dipertimbangkan dengan matang.
Danang juga optimistis bahwa keterlibatan Indonesia dalam lembaga tersebut sebagai langkah untuk berkontribusi dalam berbagai kondisi di masa depan, tidak hanya geopolitik di kancah internasional, tetapi juga alur supply chain ekonomi.
“Meskipun begitu, tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena negara-negara lain yang saat ini anggota BRICS pun juga menjalin perdagangan dengan non-BRICS tanpa diskriminasi,” kata Danang kepada Bisnis, Senin (7/7/2025).
Justru, dia melihat AS akan dirugikan apabila pengenaan tarif tambahan tersebut dikenakan kepada negara-negara BRICS yang selama ini memiliki kontribusi besar dalam perdagangan ke Negeri Paman Sam tersebut.
Baca Juga
Indonesia, misalnya, selama ini ikut memasok kebutuhan pasar AS untuk produk tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki Indonesia dengan pangsa pasar masing-masing sebesar 40,6% dan 34,2% pada 2024.
Artinya, nyaris setengah dari ekspor TPT dan sepertiga ekspor alas kaki bergantung pada permintaan AS. Adapun, 95% ekspor TPT ke AS merupakan produk pakaian jadi yang merupakan industri padat karya.
“Kalau soal ancaman Presiden Trump bahwa negara-negara anggota BRICS akan dikenakan tambahan 10%, maka AS akan kembali berperang tarif dengan China, padahal China adalah kontributor trade dengan AS yang terbesar dari seluruh negara BRICS,” terangnya.
Adapun, perdagangan barang antara China dan AS diketahui mencapai US$585 miliar pada 2024. Dalam hal ini, AS mengimpor lebih banyak dari China senilai US$440 miliar, sedangkan China mengimpor dari AS senilai US$145 miliar.
“Maka keseluruhan kendala perdagangan AS dengan negara-negara BRICS itu akan membuat kesulitan bagi dalam negeri AS juga,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan akan memberlakukan tarif tambahan sebesar 10% terhadap negara mana pun yang dianggap sejalan dengan kebijakan anti-Amerika yang diusung BRICS.
Ancaman tersebut menambah ketidakpastian di tengah negosiasi tarif dagang yang masih berlangsung dengan sejumlah mitra dagang AS.
“Negara mana pun yang berpihak pada kebijakan anti-Amerika dari BRICS akan dikenakan tarif tambahan sebesar 10%. Tidak akan ada pengecualian terhadap kebijakan ini,” tulis Trump dalam unggahannya di platform Truth Social dikutip dari Bloomberg pada Senin (7/7/2025).
Tak hanya itu, Trump juga sempat mengancam akan mengenakan tarif hingga 100% terhadap BRICS jika negara-negara anggota meninggalkan penggunaan dolar AS dalam perdagangan bilateral.