Bisnis.com, JAKARTA-Pemerintah resmi menggelontorkan anggaran sebesar Rp28,5 triliun untuk gaji ke-13 pegawai negeri sipil (PNS) mulai 10 Agustus. Selain itu ada anggaran Rp33,1 triliun untuk bantuan bagi pekerja dengan upah di bawah Rp5 juta yang ditarget mulai cair pada September mendatang.
Langkah ini disambut baik oleh dunia usaha karena dinilai bisa memacu daya beli masyarakat di tengah pandemi. Meski demikian, terdapat beberapa catatan dari pengusaha mengenai efektivitas kebijakan ini.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta W. Kamdani mengemukakan bahwa angka penurunan konsumsi pada kuartal II/2020 terlalu drastis, terkontraksi 6,51 persen dibandingkan dengan kuartal I/2020 dan 5,51 persen secara year on year. Selain itu, konsumsi sepanjang Juli sampai saat ini pun dinilainya masih tertahan meskipun pelonggaran PSBB telah terjadi sekitar sebulan.
“Hal ini berarti confidence masyarakat untuk meningkatkan pengeluaran masih rendah meskipun pembatasan sudah dilonggarkan. Jadi masih ada kemungkinan negative growth,” kata Shinta saat dihubungi, Senin (10/7/2020).
Menurut Shinta, meskipun gaji ke-13 PNS dicairkan dan rencana subsidi gaji direalisasi, daya beli masyarakat tidak akan otomatis naik secara agregat karena tingkat pengangguran masih tinggi sejak wabah Covid-19 melanda. Penyaluran subsidi gaji pun disebutnya membutuhkan waktu setidaknya satu bulan untuk sampai di tangan penerima, yakni pada September.
“Kalau pun konsumsi langsung dilakukan sesuai jadwal, akan terlalu mepet untuk memberi dorongan signifikan terhadap kinerja kuartal III yang sudah hampir selesai sehingga efek kebijakan subsidi gaji tidak akan memberikan pengaruh yang cukup besar pada peningkatan konsumsi secara agregat di kuartal III,” lanjut Shinta.
Baca Juga
Konsumsi masyarakat Indonesia pun cenderung dipengaruhi oleh momen-momen tertentu seperti Ramadan, Idulfitri, akhir tahun, dan libur panjang. Meski dalam waktu dekat bakal ada libur akhir pekan yang cukup panjang, Shinta sangsi hal itu akan mendorong konsumsi karena tempat hiburan masih dibatasi operasionalnya selama Covid-19.
“Dengan kondisi ini kemungkinan peningkatan konsumsi juga tidak akan meningkat sedrastis itu,” kata Shinta.
Singkatnya, Shinta berkesimpulan potensi daya pacu dari serangkaian kebijakan pemerintah hanya 50 persen. Oleh karena itu, pelaku usaha meminta kepada pemerintah untuk memperlancar distribusi stimulus bagi dunia usaha dan masyarakat yang membutuhkan.
Selain itu, pengendalian Covid-19 pun diharapkan dapat lebih baik agar confidence masyarakat untuk meningkatkan konsumsi dapat tercapai. Kegiatan ekonomi pun dia nilai juga akan lebih positif dan tidak lagi di posisi ‘wait and see’ jika wabah dapat dibendung.
“Kemungkinannya masih 50:50 untuk bisa keluar dari resesi. Karena itu kami meminta pemerintah untuk meningkatkan kelancaran pendistribusian stimulus kepada pelaku usaha dan masyarakat yang membutuhkan, setidaknya dari stimulus-stimulus yang sudah diundangkan agar ekonomi nasional terus bergerak,” kata Shinta.