Bisnis.com, JAKARTA — Badan Standardisasi Nasional menegaskan bahwa penerbitan Standar Nasional Indonesia alat pelindung diri telah sesuai dengan prosedur yang diatur hukum.
Kepala Pusat Sistem Penerapan Standar BSN Wahyu Purboyo mengatakan bahwa pihaknya telah merumuskan SNI tersebut sesuai dengan prosedur mulai dari usulan SNI hingga jajak pendapat. Selain itu, lanjutnya, Kementerian Perindustrian telah mengikuti rapat terkait usulan tersebut.
"Apa yang salah? Toh, standar tersebut kental dengan unsur safety yang produsen juga bisa memenuhi, terbukti mereka juga bisa ekspor dengan standar tersebut," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (6/8/2020).
Sebelumnya, BSN telah meresmikan dua SNI untuk produk pakaian pelindung medis (PPM) dan jubah bedah. Kedua SNI tersebut diadopsi secara identik dari SNI produk yang sama besutan lembaga standardisasi Uni Eropa.
Wahyu menjelaskan berujar bahwa Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) maupun sebagian otoritas kesehatan negara lain juga menjadikan standar APD Uni Eropa sebagai acuan.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai peresmian SNI tersebut berpotensi membuka keran impor APD lagi. API menilai pabrikan lokal belum tentu dapat mengikuti SNI yang hampir seluruhnya sama dengan SNI besutan Uni Eropa tersebut.
Baca Juga
Ketika menanggapi hal itu, Wahyu menegaskan bahwa pihaknya tidak dapat berkompromi terkait syarat keamanan produk. "Nanti membahayakan pengguna [kalau diturunkan]."
Selain itu, Wahyu berpendapat bahwa ketakutan API tidak beralasan lantaran SNI yang diresmikan masih bersifat sukarela.
Adapun, lanjutnya, BSN tidak dapat mewajibkan suatu SNI sesuai dengan Undang-Undang No. 20/2014 maupun Peraturan Pemerintah No. 34/2018.
Selain perbedaan kemampuan, API menilai perumusan standar tersebut tidak melibatkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Wahyu menyatakan pihaknya telah mengadakan jajak pendapat terbuka. "Saya tidak yakin dengan pernyataaan melibatkan."