Bisnis.com, JAKARTA - Riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menyatakan pelaku UMKM menikmati kontribusi positif sejak bergabung dengan Gojek. Bahkan, 90% UMKM cenderung optimis bisa pulih dan tumbuh ke depannya dengan terus menjadi mitra Gojek.
Dalam riset bertajuk “Peran Ekosistem Gojek di Ekonomi Indonesia Sebelum dan Saat Pandemi COVID-19”, yang dipublikasikan Senin (3/8/2020), menunjukkan kelanjutan peran positif Gojek bagi pelaku UMKM karena memudahkan UMKM untuk migrasi dari offline ke ranah online.
“Sejumlah 40 persen UMKM yang disurvei mengaku baru bergabung di GoFood saat pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 yang mana 94 persen UMKM berskala mikro dan 43 persen adalah bisnis pemula. Berada di ekosistem Gojek membuat UMKM merasa lebih cepat beradaptasi di pandemi sehingga bisa bertahan,” ujar Alfindra Primaldhi, Peneliti LD FEB UI.
Dia melanjutkan, para mitra UMKM menganggap mereka bisa beradaptasi di situasi pandemi karena berada di ekosistem Gojek; 92% mitra UMKM GoFood, 97% mitra UMKM social seller pengguna GoSend, dan 89% mitra UMKM GoPay merasa mampu beradaptasi selama pandemi dengan menjadi mitra Gojek.
Responden menyatakan pula bahwa dalam waktu kurang dari 3 bulan, UMKM yang baru bergabung di ekosistem Gojek pun mendapatkan keterampilan baru yaitu skill berjualan online (77%), pemanfaatan media sosial untuk bisnis (48%), dan kreativitas dalam pemasaran (45%).
Terkait manfaat, mitra UMKM GoFood merasakan manfaat dari fitur teknologi pengaturan promosi mandiri (68%) dan periode promosi (51%). Sementara mitra UMKM social sellers pengguna GoSend sangat merasakan manfaat dari fitur Layanan GoSend dalam Kota (77%) dan Layanan GoSend Antar-Kota (32%). Sedangkan, Mitra UMKM GoPay merasakan manfaat dari fitur penerimaan pembayaran non tunai (75%) dan aplikasi GoBiz (49%).
Alfrinda Primaldhi menambahkan bahwa riset LD FEB UI ini dilakukan di Jabodetabek, Medan, Palembang, Bandung, Jogja, Semarang, Surabaya, Bali, Makassar dengan menggunakan metode kuantitatif melalui wawancara tatap muka. Sedangkan untuk riset di masa pandemi COVID-19 dilakukan melalui survei online di wilayah yang sama.
Menurutnya, riset tersebut menunjukkan peran ekosistem ekonomi digital dalam membantu UMKM, khususnya usaha mikro, untuk bertahan di masa pandemi. Kondisi pandemi ini, katanya, menguji ketahanan, dan kemampuan adaptasi para pelaku usaha di masa krisis. Salah satu adaptasi itu menurutnya adalah mengubah usaha tradisional menjadi usaha digital.
Dalam survei, tuturnya, nampak para pelaku usaha cukup realistis melihat dampak panjang dari pandemi, namun mereka juga tetap optimis bahwa dengan berada dalam suatu ekosistem digital, usaha mereka dapat tetap tumbuh kedepannya, dan penghasilan mereka kembali seperti sebelum pandemi.
"Riset ini juga menunjukkan bahwa sektor swasta turut terkena dampak dari pandemi. Proporsi mitra GoFood baru yang berasal dari pegawai swasta adalah sebesar 24%, sedangkan sebelum pandemi proporsi mitra dari pegawai swasta hanya 18%. Selain itu, mitra yang tidak punya pengalaman usaha sebelumnya meningkat hampir dua kali lipat menjadi 43% dibandingkan pendaftar sebelum pandemi. Maka, tampak bahwa usaha kuliner menjadi sumber penghasilan alternatif bagi orang-orang yang kehilangan, atau mengalami penurunan penghasilan selama pandemi. Keberadaan ekosistem ekonomi digital seperti Gojek mempermudah akses bagi pengusaha pemula," jelasnya.
Paksi C.K Walandouw, Wakil Kepala LD FEB UI menambahkan, pada 2019 kontribusi mitra Gojek dari lima layanan (GoRide, GoCar, GoSend, GoFood dan GoPay) ke perekonomian Indonesia mencapai Rp104,6 triliun. Setahun sebelumnya, kontribusi unicorn ini mencapai Rp44,2-Rp55 triliun yang berasal dari layanan GoRide, GoCar, GoFood dan GoLife.
Pada 2017, dari layanan GoRide dan GoFood saja, kontribusi Gojek terhadap perekonomian nasional adalah sebesar Rp15,1 triliun. Menurut Paksi, kenaikan kontribusi pada 2019 terjadi lantaran kenaikan kontribusi mitra, terutama GoFood, dan perluasan ekosistem. Adapun kontribusi ekonomi dihitung dari selisih pendapatan mitra sebelum dan sesudah bergabung ke dalam ekosistem Gojek.
“Bila dihitung menggunakan metode pendapatan domestik bruto, ekosistem digital Gojek nilai produksinya setara dengan 1 persen PDB nasional. Angka tersebut terdiri dari sumbangan langsung dari mitra GoRide dan GoCar di sektor transportasi darat, dan sumbangan tidak langsung dari UMKM, GoFood, GoPay, GoSend, dan efek multiplier yang digerakkan oleh ekosistem Gojek. Sumbangan ini secara relatif besar bila dibandingkan Produk Domestik Regional Bruto untuk beberapa Provinsi di Indonesia,” ucapnya.
Paksi menambahkan, keberadaan Gojek di sebuah kota juga menimbulkan efek domino di sektor lainnya. Dampak multiplier, atau kontribusi tidak langsung keberadaan Gojek pada ekonomi Indonesia di tahun 2019, mencapai Rp 17,5 Triliun. Ini dihitung dari selisih pendapatan UMKM di luar ekosistem Gojek seperti bengkel yang digunakan mitra pengemudi, atau pedagang pasar yang menjual bahan baku ke mitra GoFood) sebelum dan setelah Gojek beroperasi di sebuah kota.
“Mayoritas atau 86 persen UMKM di luar ekosistem Gojek seperti bengkel dan pedagang pasar mengalami peningkatan volume transaksi setelah ada Gojek di kotanya. Yang menarik adalah, lebih dari sepertiga UMKM atau 33 persen mengaku bisa membuka cabang usaha baru setelah ada Gojek di kotanya. Ini artinya keberadaan platform digital di sebuah kota bisa membuat roda ekonomi bergerak semakin cepat,” pungkasnya.