Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik RI mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II/2020 mengalami kontraksi hingga -5,32 persen.
Ekonom Senior INDEF Faisal Basri mengungkapkan konsumsi rumah tangga, yang merupakan komponen terbesar dalam PDB dengan kontribusi 58 persen, akhirnya merosot atau mengalami kontraksi sebesar 5,51 persen.
Dia mengungkapkan kejadian saat ini hampir hampir sama parahnya dengan krisis 1998 ketika pertumbuhan konsumsi rumah tangga minus 6,17 persen.
"Di era Orde Lama, konsumsi rumah tangga hanya dua kali mengalami kontraksi, yaitu 1963 sebesar minus 3,95 persen dan 1966 minus 1,46 persen," katanya seperti dikutip dalam situs faisalbasri.com, Rabu (5/8/2020).
Faisal mengatakan suntikan APBN berupa bantuan sosial bagi penduduk miskin, rentan miskin, serta terdampak pandemi Covid-19 sangat membantu untuk menahan kemerosotan atau kontraksi ekonomi lebih dalam.
Menurutnya, penurunan PDB pada kuartal II/2020 tertolong oleh ekspor neto barang dan jasa (ekspor barang dan jasa dikurangi impor barang dan jasa). Pasalnya, impor merosot lebih tajam ketimbang penurunan ekspor, yaitu masing-masing 16,96 persen dan 11,66 persen.
Baca Juga
Di sisi lain, konsumsi pemerintah yang diharapkan naik malah mengalami penurunan Itu sebabnya, kata Faisal, maka semua komponen pengeluaran telah mengalami kontraksi.
Mengingat sampai sejauh ini pandemi Covid-19 belum kunjung mencapai puncak, dia mengungkapkan potensi kontraksi ekonomi bakal berlanjut pada kuartal III/2020. Meskipun, kontraksi tidak akan sedalam kuartal II/2020
"Jika itu terjadi, berarti perekonomian alami kontraksi dua kuartal berturut-turut. Indonesia bakal memasuk resesi," jelasnya.
Faisal menyarankan pemerintah seharusnya tidak memaksakan diri agar terhindar dari resesi, yaitu dengan mengutamakan agenda pemulihan ekonomi ketimbang pengendalian wabah Covid-19.
Jika dipaksakan, lanjutnya, resesi berpotensi terjadi lebih panjang sehingga menelan ongkos ekonomi dan sosial yang sangat besar.
"Lebih baik pemerintah realistis. Fokus kendalikan Covid-19 agar perekonomian bisa tumbuh positif kembali pada kuartal terakhir tahun ini sehingga 2021 bisa melaju lebih kencang," kata Faisal Basri.
Komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (PK-RT) yang mencakup lebih dari separuh PDB Indonesia, tumbuh negatif atau mengalami kontraksi dalam hingga 5,51 persen. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan hampir seluruh komponen konsumsi rumah tangga mengalami kontraksi, kecuali komponen perumahan dan perlengkapan rumah tangga dan kesehatan dan pendidikan.
BPS RI mencatat komponen PMTB tumbuh negatif hingga -6,9 persen pada kuartal II/2020 (yoy). Adapun, realisasi penanaman modal yang tercatat di BKPM (PMA dan PMDN) selama kuartal II/2020 sebesar Rp191,9 triliun, atau turun sebesar 8,9 persen (qtq) dan turun 4,3 persen (yoy).