Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Proyeksi Pasar Batu Bara Masih di Semester II/2020 Masih Abu-Abu

Adapun harga batu bara acuan (HBA) pada Agustus 2020 melanjutkan tren penurunan harga sebesar 3,49 persen menjadi US$50,34 per ton dibandingkan HBA Juli 2020 sebesar US$52,16 per ton.
Alat berat beroperasi di kawasan penambangan batu bara Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Rabu (8/7/2020). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Alat berat beroperasi di kawasan penambangan batu bara Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Rabu (8/7/2020). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

Bisnis.com, JAKARTA - Pasar batu bara masih akan dibayangi ketidakpastian hingga paruh kedua tahun ini.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, dalam kondisi normal permintaan batu bara biasanya akan meningkat pada kuartal III dan kuartal IV ketika mendekati musim dingin di negara-negara pengimpor.
Namun, kondisi pandemi Covid-19 membuat tren peningkatan permintaan tersebut tidak bisa diprediksi.

"Melihat tren biasanya demand meningkat, tapi yang biasanya ini bisa jadi enggak biasa karena bisa jadi mungkin ada second wave atau lainya," ujar Hendra ketika dihubungi Bisnis, baru-baru ini.

Oleh karena itu, menurutnya, fluktuasi harga batu bara dan tren permintaan batu bara akan sangat bergantung seberapa jauh negara-negara pengimpor batu bara terbesar, seperti China dan India, mampu menangani Covid-19 dengan baik. Jika pandemi ini dapat segera dikendalikan, ia yakin harga batu bara akan membaik di tahun depan.

"Semester II ini masih diliputi ketidakjelasan sehingga belum bisa proyeksi. Melihat beberapa indikator kami berharap mulai naik harga di semester II. Tapi ini belum tahu, vaksin saja belum ada, belum nanti second wave," katanya.

Senada, Pelaksana Harian Direktur Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widajatno menilai penguatan harga batu bara akan bergantung pada laju pertumbuhan industri di China yang menjadi konsumen terbesar batu bara di dunia.

Di sisi lain, keinginan China untuk mengurangi impor batu bara juga dinilai akan semakin menekan pasar batu bara Indonesia.

"Pertemuan dengan duta besar China terakhir, dia menjamin batu bara Indonesia tetap bisa dijual di China tapi harganya diprediksi akan ditekan dengan harga yang paling murah," katanya ketika dihubungi, Rabu (5/8/2020).

Di tengah tren penurunan harga batu bara ini, Djoko mengatakan, yang bisa dilakukan perusahaan tambang adalah menekan biaya produksi agar perusahaan tidak merugi.

Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Maryati Abdullah menilai situasi pandemi dapat menjadi momentum untuk melakukan rasionalisasi dan pengendalian produksi guna mencegah oversupply batu bara di pasar yang menyebabkan kejatuhan harga semakin dalam.

Rasionalisasi dan pengendalian produksi juga merupakan langkah menjaga keseimbangan dan daya tampung lingkungan, mengurangi emisi, dan dampak iklim, serta memberi ruang bagi strategi peningkatan sumber daya secara efektif, efisien, dan akuntabel.

"Pandemi ini saatnya refleksi dan momentum untuk memperbaiki tata kelola, terutama atur oversuplai di pasar. Kalau oversuplai bukan hanya berakibat ke environment tapi pasti gerus harga," katanya.

Adapun harga batu bara acuan (HBA) pada Agustus 2020 melanjutkan tren penurunan harga sebesar 3,49 persen menjadi US$50,34 per ton dibandingkan HBA Juli 2020 sebesar US$52,16 per ton. Pandemi Covid-19 dan tingginya stok batu bara di pasar global berdampak pada tren penurunan HBA dalam 5 bulan terakhir.

"Penurunan HBA Agustus 2020 ini masih disebabkan pandemi Covid-19 yang mengakibatkan turunnya permintaan di beberapa negara pengimpor batu bara, sementara stok batubara di pasar global juga makin meningkat," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi, Rabu (5/8/2020).

Agung menuturkan, HBA mengalami tren penurunan sejak Word Health Organization (WHO) menetapkan Covid-19 ditetapkan sebagai pandemi pada pertengahan Maret lalu.

HBA sempat menguat sebesar 0,28 persen pada angka US$67,08 per ton pada Maret dibandingkan Februari senilai US$66,89 per ton. Setelah itu, HBA mengalami pelemahan ke angka US$65,77 per ton di April dan US$61,11 per ton di Mei. Tren berlanjut HBA melemah menjadi US$52,98 per ton (Juni) dan US$52,16 per ton (Juli).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper