Bisnis.com, JAKARTA – Stimulus ekonomi jumbo yang digelontorkan pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam menangani pandemi Covid-19 dinilai tidak akan efektif tanpa diikuti perbaikan birokrasi.
Ekonom Universitas Diponegoro Wahyu Widodo menyebutkan dirinya cukup khawatir dengan pelaksanaan injeksi stimulus keuangan ke tengah masyarakat. Efektivitas eksekusi dalam tajuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) itu akan menjadi penentu nasib ekonomi ke depan.
"Untuk saat ini, saya lebih khawatir dengan implementasi ketimbang besaran angkanya," kata Wahyu kepada Bisnis, Minggu (2/8/2020).
Wahyu menuturkan birokrasi sudah menjadi permasalahan sejak lama. Upaya penyederhaan yang selalu didengungkan walau sudah dilakukan tetapi memang masih belum ideal. Sedangkan untuk pewujudan tertib administrasi dan keuangan terpercaya harus mematuhi beragam aturan yang sangat kaku.
"Saya kira itu sangat penting, karena nanti akan menjadi sia-sia angka defiist APBN 2020 yang sudah dinaikkan hingga 5,2 persen," jelasnya.
Wahyu mengingatkan dalam kondisi pandemi dan darurat seperti sekarang ini, Wahyu mengharapkan birokrasi sebagai penggerak dapat meningkatkan komunikasi antar lembaga terkait. “Perlu diskresi untuk kecepatan eksekusi,” katanya.
Baca Juga
Seperti diketahui pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diberikan kepada pelaku usaha korporasi padat karya dan dukungan insentif listrik untuk industri, bisnis dan sosial.
Kebijakan ini merupakan bentuk dukungan Pemerintah bagi pelaku ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19 yang tidak hanya dirasakan oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) namun juga oleh usaha pada skala korporasi padat karya, dan masyarakat umum.
Dalam skema penjaminan kredit modal kerja korporasi, porsi penjaminan sebesar 60 persen dari kredit, namun untuk sektor-sektor prioritas porsi yang dijamin sampai dengan 80 persen dari kredit.
Sektor prioritas tersebut antara lain pariwisata (hotel dan restoran), otomotif, TPT dan alas kaki, elektronik, kayu olahan, furnitur, dan produk kertas,serta sektor usaha lainnya yang memenuhi kriteria terdampak Covid-19 sangat bera