Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Defisit APBN Makin Melebar, Siap-Siap Utang Negara Menumpuk

Pelebaran defisit akan diikuti oleh peningkatan utang luar negeri pemerintah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan keterangan pers mengenai penanganan dampak Covid-19 di Jakarta, Jumat (13/3/2020). Bisnis/Triawanda Tirta Aditya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan keterangan pers mengenai penanganan dampak Covid-19 di Jakarta, Jumat (13/3/2020). Bisnis/Triawanda Tirta Aditya

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah kembali menetapkan pelebaran defisit APBN 2021 menjadi sebesar 5,2 persen dari PDB.

Penetapan defisit tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kesepakatan dengan DPR sebelumnya yaitu sebesar 4,17 persen yang kemudian ditetapkan menjadi 4,7 persen dalam rapat terakhir.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menyampaikan pelebaran defisit di 2021 akan memperluas ruang fiskal untuk upaya penanggulangan wabah dan pemulihan ekonomi, asal benar-benar dijalankan dengan efektif dan efisien.

Meski demikian, menurutnya, pelebaran defisit akan menimbulkan beberapa risiko. Pelebaran defisit akan diikuti oleh peningkatan utang luar negeri pemerintah.

Hal ini dinilai akan meningkatkan kerentanan ekonomi Indonesia. Meskipun rasio utang terhadap PDB aman, di sisi lain pertumbuhan penerimaan negara melemah bahkan terkontraksi, artinya kemampuan Indonesia untuk mengembalikan utang melemah.

"Kalau surat utangnya milik asing atau dalam bentuk valuta asing [valas] juga meningkat, akan membuat lebih rentan lagi terhadap capital outflow ataupun pelemahan nilai tukar," katanya kepada Bisnis, Selasa (28/7/2020).

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan rasio utang terhadap PDB pada 2021 dipastikan akan meningkat lebih tinggi dari perkiraan awal 37,97 persen akibat dari pelebaran defisit di 2021.

Pelebaran defisit ini pun menurutnya akan memberikan tekanan terhadap fiskal pada periode berikutnya karena sumber pembiayaan utang pemerintah banyak berbentuk surat berharga negara (SBN) jangka pendek.

"Konsekuensinya keseimbangan primer negatifnya akan semakin besar. Jika keseimbangan primer negatif-nya makin besar, otomatis pemerintah harus membiayai belanja non-K/L lebih tinggi dari biasa. Pembiayaan belanja K/L harus ditekan, padahal belanja K/L untuk ekspansi fiskal," katanya.

Tauhid mengatakan ekspansi fiskal untuk 2021 ke depan pun akan relatif terbatas, kecuali defisit fiskal akan dilebarkan kembali.

Menurutnya, defisit fiskal APBN 2021 juga masih berpotensi melebar, pasalnya kebutuhan pemerintah untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) akan bertambah besar, dengan diperluasnya program bansos, stimulus untuk padat karya dan UMKM, dan sebagainya di 2020.

Tauhid memperkirakan pembiayaan utang pada tahun depan akan ada tambahan Rp100 hingga Rp150 triliun, menjadi sekitar Rp800 triliun.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede berpendapat proyeksi masih tingginya defisit pada 2021 menandakan bahwa program PEN dibutuhkan tidak hanya untuk pemulihan di tahun ini, namun juga di tahun-tahun mendatang.

Dengan masih tingginya defisit fiskal ini, stimulus pada tahun 2021 diperkirakan tidak akan banyak berubah dibandingkan dengan tahun ini, sehingga akan mampu membantu dalam proses pemulihan ekonomi dengan lebih cepat.

"Namun di sisi lain, peningkatan defisit ini juga menimbulkan kekhawatiran lain, yaitu tentang beban dari pembiayaan APBN di masa depan yang akan menjadi lebih tinggi," katanya.

Pada tahun ini, lanjutnya, Kementerian Keuangan memang sudah mengantisipasi kenaikan beban bunga pemerintah dengan melakukan kerja sama dengan Bank Indonesia (BI) melalui skema burden sharing, namun di tahun depan skema tersebut tidak bisa dilakukan.

Hal ini dikarenakan adanya komitmen dari BI dan pemerintah bahwa skema tersebut hanya akan dilakukan pada tahun ini untuk meminimalisir kenaikan volatilitas pasar keuangan Indonesia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper