Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai perlu adanya tindakan perlindungan non tarif (non-tariff measures/NTM) untuk melindungi parikan alat pelindung diri (APD) medis nasional dari produk impor.
Sekretaris Jenderal API Rizal Rakhman mengatakan salah satu NTM yang dapat digunakan adalah standar nasional indonesia (SNI) untuk produk APD medis. Menurutnya, hal terebut dapat memberikan keberpihakan kepada produk lokal dibandingkan produk impor.
"[Beberapa] perlidnugnan yang bisa diberikan adalah [penambahan] bea masuk untu APD atau pemerintah kemudian [meneribitkan aturan] ada kewajiban SNI untuk APD. SNI APD [saat ini] sedang diproses [oleh pemerintah]," katanya kepada Bisnis, Minggu (26/7/2020).
Adapun, saat ini Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sedang menggodok SNI untuk produk masker kain. Di sisi lain, Kemenperin baru akan serius melindungi industri masker medis pada 2021.
Rizal menyatakan sebagian pabrikan APD medis, khususnya pakaian pelindung medis (PPM) dan juah bedah, saat ini telah menurunkan kapasitas produksinya. Bahkan, ujarnya, belum lama ini sebagian pabrikan telah menghentikan produksinya sama sekali karena masifnya volume APD impor di pasar lokal.
Seperti diketahui, kapasitas produksi APD lokal telah jauh memenuhi permintaan di dalam negeri. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) meminta agar industri hilir APD merubah orientasi produksinya ke pasar global pada semester II/2020.
Baca Juga
Menanggapi hal tersebut, Rizal menyampaikan strategi yang harus diterapkan pabrikan hilir APD adalah menguasai pasar lokal dan global di saat yang bersamaan. Walaupun kapasitas produksi APD saat ini telah jauh di atas permintaan, Rizal berujar volume pasar domestik cukup besar untuk ditinggalkan.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor PPM selama Januari-Mei 2020 telah mencapai sekitar 7,7 juta unit, sedangkan impor jubah medis sekitar 419.000 unit. Adapun, angkat tersebut didapatkan jika satu unit PPM maupun jubah medis memiliki gramasi sekitar 60-70 gram.
Adapun, APSyFI mengamati APD impor hanya memiliki kualitas level 1-2 dengan gramasi antara 60-70 gram. Sementara itu, mayoritas APD lokal memiliki kualitas level 3-4 atau kualitas terbaik berdasarkan standar organisasi kesehatan dunia (WHO).
Adapun, Kemenperin mendata ada 72 unit pabrikan PPM dengan kapasitas produksi mencapai 54,06 juta unit per bulan sejak April 2020. Sementara itu, total permintaan PPM selama April-Desember 2020 hanya sekitar 8,5 juta unit.
Dengan kata lain, volume impor selama Januari-Mei 2020 mampu memenuhi sekitar 91,18 persen dari total permintaan nasional hingga akhir tahun. Di samping itu, kemampuan produksi pabrikan lokal membuat pasar APD nasional oversupply bahkan jika impor tidak ada sama sekali.
Di sisi lain, produsen jubah medis di dalam negeri hanya ada 16 unit parik dengan kapasitas produksi 3,1 juta unit per bulan. Adapun, total permintaan selama 9 bulan terakhir 2020 mencapai 3,2 juta unit.
Dengan kata lain, pasokan jubah bedah hingga akhir 2020 di dalam negeri telah berlebih hingga 13,2 juta unit tanpa adanya impor. Namun demikian, volume impor selama Januari-Mei 2020 telah mampu mengisi 13,05 persen dari total permintaan jubah medis hingga akhir tahun.
Oleh karena itu, Rizal meminta agar pemerintah memberikan keberpihakan kepada APD lokal untuk meningkatkan serapan di dalam negeri. "Pemerintah tahu produksi [APD] dalam negeri memenuhi standar."
Sebelumnya, Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Elis Masitoh mengatakan Kemenperin akan memperkuat industri masker di dalam negeri. Adapun, Elis menyebutkan setidaknya dua langkah yang akan dilakukan.
Pertama, memperkuat kemampuan laboratorium (lab) uji masker bedah (surgical mask) dan alat pelindung medis (Coverall) pada tahun depan. Adapun, produksi masker bedah di dalam negeri diramalkan sebesar 394 juta unit per bulan atau mencapai 2,08 miliar unit hingga akhir 2020.
Kedua, membuat SNI masker kain. khususnya bagi pabrikan yang ingin berorientasi ekspor. Elis menjelaskna surgical mask telah memiliki SNI tersendiri, sedangkan masker kain belum memiliki SNI.
Elis meramalkan penggodokan SNI masker kain paling lambat akan rampung pada kuartal III/2020. Menurutnya, penerbitan SNI tersebut dapat memacu pabrikan masker kain untuk menggenjot produksi.