Bisnis.com, JAKARTA -- Tidak adanya aturan yang melarang impor produk alat pelindung diri (APD) serta kewajiban bagi instansi pemerintah untuk menggunakan produk APD dalam negeri dinilai menjadi pemicu impor APD yang masih membengkak.
Berdasarkan data devisa impor yang tercatat di Lembaga Nasional Single Window (LNSW), jumlah devisa impor barang penanganan Covid-19 sampai dengan 20 Juli 2020 mencapai US$407,5 juta atau sekitar Rp6,1 triliun (kurs 15.000 per dolar).
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor pakaian pelindung medis (PPM) maupun jubah bedah terus tumbuh secara nilai pada Mei 2020.
Volume impor PPM pada medio kuartal II/2020 naik lebih dari dua kali lipat atau 101.9 persen menjadi 355,5 ton. Dengan demikian, volume impor PPM selama Januari-Mei 2020 melesat lebih dari 5.600 persen.
"Harusnya impor APD Juli [2020] turun. Persoalannya, hingga saat ini tidak ada aturan yang melarang impor produk alat pelindung diri (APD) serta kewajiban bagi instansi pemerintah untuk menggunakan produk APD dalam negeri," ujar Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Rakhman kepada Bisnis, Minggu (26/7/2020).
Selanjutnya, dia mengatakan pemerintah seharusnya memberikan tambahan bea masuk untuk produk APD impor.
Baca Juga
Mengutip data LNSW, nilai fasilitas bea masuk yang diberikan pemerintah untuk produk APD impor sampai dengan akhir Juli 2020 jumlahnya mencapai Rp12,76 miliar. Realisasi ini lebih banyak dibandingkan dengan fasilitas bea masuk hingga 5 Juli lalu, yakni Rp8,53 miliar.
Selain itu, produksi lokal pun dinilai sudah mencukupi untuk memenuhi produksi dalam negeri. Rizal mengatakan produsen lokal memiliki kapasitas produksi hingga 16 juta pieces/bulan, sedangkan kapasitas kebutuhan nasional 5 juta pieces/bulan.