Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendata utilitas industri tekstil dan produk tekstil telah membaik pada Juli 2020.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Elis Masitoh mengatakan utilitas industri kain saat ini berada di kisaran 60 persen. Seperti diketahui, pandemic virus corona atau Covid-19 telah memukul utilitas industri kain ke bawah level 20 persen pada April-Juni 2020.
"Saya melihat sekarang di pasaran itu kekurangan barang untuk produk-produk tertentu yang terkena safeguard. Sekarang, pasar itu sedang mencari [kain produksi] dalam negeri," katanya kepada Bisnis, Rabu (22/7/2020).
Badan Pusat Statistik (BPS) mendata pada Januari-Mei 2020 hampir seluruh volume impor produk TPT turun rata-rata 17,47 persen secara tahunan. Adapun, pada periode tersebut hanya produk benang yang mencatatkan pertumbuhan volume impor sebesar 1.02 persen menjadi 52.504 ton.
Adapun, volume impor kain terkoreksi 31,66 persen secara tahunan menjadi 124.204 ton. Sementara itu, nilai impor kain merosot 22,81 persen menjadi US$124,6 juta.
Berdasarkan data Kemenperin, produk kain memiliki defisit neraca dagang paling dalam dalam kelompok produk tekstil dan produk tekstil (TPT). Per 2019, defisit neraca industri kain senilai US$3,63 miliar dengan nilai impor mencapai US$4,72 miliar.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah menambah bea masuk pada 121 pos tarif delapan digit produk tekstil. Penambahan bea masuk tersebut tertuan dalam dua Peraturan Menteri Keuangan.
Pertama, implementasi PMK No. 114/PMK.010/2019 tanggal 5 Agustus 2019 yakni BMAD atas impor produk serat staple sintetik Polyester Staple Fiber (PSF) dari India, China, dan Taiwan dengan besaran tarif 5,8 persen – 28,5 persen yang berlaku selama 3 (tiga) tahun. Pengenaan BMAD ini telah diberlakukan sejak tahun 2010.
Kedua, PMK No. 115/PMK.010/2019 tanggal 6 Agustus 2019 terkait BMAD atas impor produk benang filamen sintetik Spin Drawn Yarn (SDY) dari China dengan besaran tarif 5,4 persen - 15 persen yang berlaku selama 3 (tiga) tahun.
Adapun, hingga saat ini tercatat sekitar 1.540 industri kain dengan skala sedang dan besar, sedangkan industri kain berskala kecil dan mikro mencapai 131.000. Hingga akhir 2019, kapasitas terpasang industri kain nasional adalah 3,13 juta ton per tahun dengan jumlah tenaga kerja 678.360 orang.
Elis menyampaikan berkurangnya impor kain di dalam negeri membuat parikan kain nasional memutuskan untuk melakukan investasi tambahan. Pasalnya, kemampuan produksi industri kain saat ini hanya mampu memenuhi seperdelapan dari permintaan nasional.
"Sekarang, demand kain 8 juta meter per bulan. Jadi, beberapa industri sudah mulai investasi di [produk] weaving. [Ada] satu pabrikan [berencana] mendatangkan 400 mesin weaving," ucapnya.
Seperti diketahui, ada dua proses pengolahan benang menjadi kain, yakni knitting dan weaving. Adapun, kedua produk kain tersebut dikelompokkan menjadi kain mentah atau kain grey.
Proses selanjutnya dalam industri kain adalah megolah kain grey menjadi kain jadi melalui proses finishing. Elis berujar permintaan kain jadi saat ini juga tinggi lantaran permintaan pada industri garmen mulai bergerak.