Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Performa CPO Ditopang Kenaikan Permintaan Domestik

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai konsumsi dalam negeri yang naik 3,6 persen mampu menopang performa di tengah penurunan permintaan pasar global.
Pekerja mengangkat buah sawit yang dipanen di Kisaran, Sumatera Utara, Indonesia./Dimas Ardian - Bloomberg
Pekerja mengangkat buah sawit yang dipanen di Kisaran, Sumatera Utara, Indonesia./Dimas Ardian - Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Performa minyak sawit Indonesia diselamatkan oleh kenaikan serapan domestik di tengah melemahnya permintaan pasar global.

Sepanjang Januari-Mei 2020, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat konsumsi dalam negeri mencapai 7,33 juta ton atau naik 3,6 persen. Volume ekspor tercatat turun 13,7 persen menjadi 12,73 juta ton meski secara nilai tetap naik dari US$7,99 miliar menjadi US$8,43 miliar.

Sementara itu, produksi CPO dan PKO pada periode ini mencapai 19,0 juta ton atau 14 persen lebih rendah. Produksi Mei yang lebih rendah dari April 2020 diduga masih disebabkan efek kemarau panjang 2019 dan pengaruh musiman.

"Konsumsi dalam negeri secara total masih positif ditengah berlakunya PSBB. Salah satu peningkat konsumsi adalah oleokimia yang naik 31,4 persen. Konsumsi biodiesel juga meningkat sebesar 23,2 persen. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang konsisten dalam implementasi program B30," ujar Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono dalam siaran pers, Kamis (9/7/2020).

Dia menuturkan dibandingkan dengan April 2020, produksi CPO pada Mei berada di angka 3,61 juta ton atau turun 1,9 persen dibanding April. Konsumsi selama Mei pun tercatat turun 1,6 persen menjadi 1,38 juta ton dan ekspor turun 8,3 persen menjadi 2,42 juta ton.

"Harga CPO masih menunjukkan penurunan dari rata-rata US$564 per ton pada April menjadi US$526 per ton-Cif Rotterdam pada Mei. Demikian juga dengan nilai ekspornya turun sebesar US$165 juta dari US$1,64 miliar menjadi US$1,47 miliar," papar Mukti.

Penurunan ekspor terutama terjadi pada refined palm oil yang secara umum disebabkan oleh selisih harga minyak sawit dengan minyak kedelai yang kecil.

Penurunan ekspor Mei terbesar terjadi dengan tujuan China sebesar 87.700 ton (-21 persen), ke EU sebesar 81.500 ton (-16,62 persen), ke Pakistan sebesar 47.000 ton (-23,4 persen) dan ke India sebesar 38.600 ton (-9,2 persen).

"Penurunan ekspor ke China mungkin juga disebabkan meningkatnya crushing oilseed, khususnya kedelai yang cukup besar sehingga pasokan minyak nabati China tinggi," kata Mukti.

Meskipun terjadi penurunan ekspor ke beberapa negara, Mukti mengemukakan terdapat beberapa negara tujuan ekspor yang menunjukkan kenaikan seperti Mesir dengan 42.000 ton atau naik 81 persen dari ekspor April 2020, Ukraina dengan 31.000 ton (+99 persen), Filipina dengan 29.000 ton (+73 persen), Jepang dengan 19.000 ton ton (+35 persen) dan ke Oman engan 15.000 ton (+85 persen).

"Kegiatan ekonomi China, India dan banyak negara lain mulai pulih sehingga permintaan akan minyak nabati untuk kebutuhan domestiknya mulai naik. Kegiatan ekonomi Indonesia juga sudah mulai pulih sehingga ke depan permintaan minyak sawit untuk pangan juga akan naik mengikuti permintaan oleokimia dan biodiese," tutup Mukti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper