Bisnis.com, JAKARTA - Driver taksi online (taksol) justru ingin agar tidak diatur dalam UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ), di saat driver ojek online (ojol) berharap hal yang sebaliknya.
Perwakilan Forum Komunikasi Driver Online (FKDO) Aris Rinaldi berharap agar Komisi V DPR yang tengah membahas revisi tersebut lebih selektif memasukan aktivitas transportasi daring dalam regulasi.
"Kami ingin menyampaikan RUU ini agar lebih selektif lagi menerapkan [transportasi] online terutama Angkutan Sewa Khusus [ASK] agar pertimbangan kembali. ASK oleh pemerintah sempat diatur tetapi dibingungkan pemerintah karena aturan dibuat tanpa proses penelitian, pengkajian, sehingga beberapa kali peraturan menteri perhubungan yang diterbitkan kandas terus," jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum di Komisi V DPR, Senin (6/7/2020).
Menurutnya, Peraturan Menteri Perhubungan No. 118/2018 tentang ASK tidak menguntungkan pelaku taksi online. Pasalnya, dengan dianggap sebagai angkutan umum, pengemudi taksol dibebankan berbagai kewajiban seperti uji kir hingga penggunaan stiker.
"ASK menolak tertuang dalam revisi UU, kami juga belum mendapatkan definsi aplikasi [taksol dan ojol] ini, kami tidak dapat definisi aplikasi online ini dari aturan manapun," paparnya.
Sejalan, Perwakilan Komunitas Aksi Nasional Driver Online (Komando) Adrian mengatakan semakin lama aktivitas taksol semakin memberatkan para mitra pengemudi. Sejak menjadi mitra taksol pada 2014 dia menyebut penghasilannya terus menurun.
Baca Juga
"Saat kemunculannya kami berbangga ini produk kreativitas dan kemandirian, filosofi itu yang ada, sampai kami berani diberhentikan bekerja dan ini jadi tempat menaungi kami. Kondisi saat ini sungguh jauh berbeda, sekedar contoh perbedaan penghasilan tempo hari Rp500.000-Rp600.000 cukup mudah, untuk dapat penghasilan seperti itu saat ini sangat sulit," bebernya.
Dia menegaskan dari penghasilan per hari Rp400.000 itu dipotong 20 persen oleh aplikator, lalu dipotong bensin Rp100.000, dan cicilan mobil per hari Rp100.00. Hasilnya, yang didapat dan dibawa pulang hanya Rp120.000.
"Penurunan drastisnya sudah signifikan. Ada aturan Angkutan Sewa Khusus, kami sangat keberatan, apalagi produk hukum ini dalam revisi UU LLAJ. Dengan kondisi saat ini kami tak mampu bersaing, kami tak mampu lagi bayar kewajiban sebagai badan hukum," tegasnya.
Dia menegaskan implikasi sebagai angkutan umum yang tidak dapat ditanggung oleh mitra pengemudi taksol karena sifatnya yang mandiri, sedangkan konsekuensi angkutan umum harus membayar menjadi badan hukum, uji kir, dan ketentuan lainnya.