Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah mengklaim berbagai kebijakan keamanan perdagangan pangan terkait sanitary and phytosanitary (SPS) selama pandemi Covid-19 didasari atas alasan ilmiah.
Berdasarkan laporan yang diterima Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Indonesia telah mengeluarkan tiga kebijakan SPS selama periode 1 Februari sampai 15 Mei. Kebijakan tersebut disampaikan Indonesia dalam bentuk notifikasi yang bersifat emergency atau mendesak menyusul adanya kebutuhan peningkatan keamanan kesehatan.
"Untuk keamanan perdagangan pangan, awal Februari kita memang mengeluarkan Permendag Nomor 10 tentang Larangan Sementara Impor Hewan Hidup dari Republik Rakyat Tiongkok. Dasar kebijakannya tentu prinsip kehati-hatian," kata Kepala Bidang Kerja Sama Pusat Kepatuhan, Kerja Sama, dan Informasi Badan Karantina Pertanian Rindayuni Triavini saat dihubungi, Minggu (5/7/2020).
Rindayuni menjelaskan, kebijakan demikian diperkenankan selama tidak dilakukan dengan tujuan restriksi. Organisasi Kesehatan (OIE), ujar Rindayuni, telah mengeluarkan maklumat agar negara-negara dunia hanya mengeluarkan kebijakan dengan berlandaskan pertimbangan saintifik dan harus terus mengikuti perkembangan ilmiah terkait pola penularan Covid-19.
"Kebijakan yang berlandaskan prinsip kehati-hatian bisa saja diterapkan oleh setiap negara sepanjang tidak melakukan restriksi terselubung," lanjutnya.
WTO mencatat, selama periode tersebut terdapat 15 notifikasi mengenai kebijakan terkait SPS. Kebijakan-kebijakan tersebut disebut WTO cenderung bergeser dari yang mulanya berisi pembatasan importasi hewan hidup dari negara asal penyebaran virus menjadi kebijakan fasilitasi verifikasi SPS melalui sistem dalam jaringan (daring).
Adapun notifikasi yang disampaikan Indonesia tertuang dalam laporan bernomor G/SPS/N/IDN/132 tentang pengetatan importasi hewan hidup dari China; G/SPS/N/IDN/133 tentang pengetatan importasi hewan hidup dari seluruh mitra dagang, dan G/SPS/N/IDN/134 tentang pengetatan importasi komoditas tanaman dari seluruh mitra dagang.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan pengetatan SPS tidak direkomendasikan selama tidak ada bukti saintifik. Menurutnya, jaminan keamanan perdagangan pangan hanya perlu mengacu pada standar ketika kondisi normal ketika tak ada bukti-bukti ilmiah yang mendukung.
"Sejauh ini kami lihat Indonesia cukup prudent mengeluarkan kebijakan SPS untuk memproteksi kesehatan dan keselamatan konsumen, jadi seharusnya tidak akan menciptakan masalah bagi supply pangan nasional," tuturnya.
Dia berpendapat isu pengetatan syarat SPS tidak perlu dikhawatirkan selama dilandasi bukti ilmiah yang objektif. Jika demikian, dia mengatakan kelancaran importasi dan ekspor tetap dapat terwujud dengan kebijakan yang transparan dan bertanggung jawab.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan pengetatan SPS tidak direkomendasikan selama tidak ada bukti saintifik. Menurutnya, jaminan keamanan perdagangan pangan hanya perlu mengacu pada standar ketika kondisi normal ketika tak ada bukti-bukti ilmiah yang mendukung.
"Sejauh ini kami lihat Indonesia cukup prudent mengeluarkan kebijakan SPS untuk memproteksi kesehatan dan keselamatan konsumen, jadi seharusnya tidak akan menciptakan masalah bagi supply pangan nasional," tuturnya.
Dia berpendapat isu pengetatan syarat SPS tidak perlu dikhawatirkan selama dilandasi bukti ilmiah yang objektif. Jika demikian, dia mengatakan kelancaran importasi dan ekspor tetap dapat terwujud dengan kebijakan yang transparan dan bertanggung jawab.