Bisnis.com, JAKARTA -- Kompetisi perebutan tebu petani oleh pabrik gula kian ketat, terutama di Pulau Jawa, di tengah tren penurunan luas tanam.
Pada waktu yang sama, kapasitas produksi pabrik gula di Jawa justru semakin besar. Hal ini didorong oleh revitalisasi pada PG pelat merah yang telah berusia tua dan diramaikan pula dengan kehadiran pemain baru yang melakukan investasi.
Meski area perkebunan tebu di Jawa tercatat pernah mencapai 312.973 hektare (ha) pada 2014, tetapi luasnya perlahan turun menjadi hanya 229.440 ha pada 2019.
Pada waktu yang sama, kapasitas produksi pabrik gula di Jawa justru semakin besar. Hal ini didorong oleh revitalisasi pada PG pelat merah yang telah berusia tua dan diramaikan pula dengan kehadiran pemain baru yang melakukan investasi.
Meski area perkebunan tebu di Jawa tercatat pernah mencapai 312.973 hektare (ha) pada 2014, tetapi luasnya perlahan turun menjadi hanya 229.440 ha pada 2019.
Di sisi lain, kawasan ini masih menjadi penyumbang terbesar dari total produksi gula nasional, yakni sebanyak 1,27 juta ton dari total produksi 2,27 juta ton pada 2020.
Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Budi Hidayat mengemukakan luas lahan yang tak banyak berubah dan bertambahnya jumlah pabrik membuat aksi penyerapan tebu amat ditentukan dengan kondisi permodalan perusahaan.
Dalam hal penyerapan tebu, Budi menilai sejumlah pabrik swasta memiliki keunggulan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Budi Hidayat mengemukakan luas lahan yang tak banyak berubah dan bertambahnya jumlah pabrik membuat aksi penyerapan tebu amat ditentukan dengan kondisi permodalan perusahaan.
Dalam hal penyerapan tebu, Budi menilai sejumlah pabrik swasta memiliki keunggulan.
Menurutnya, kebanyakan dari pabrik-pabrik ini memperoleh insentif impor gula mentah sebagai implementasi Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10 Tahun 2017 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen.
Peraturan itu membuat mekanisme subsidi silang dari keuntungan yang diperoleh dari importasi tersebut sehingga membuat pabrik swasta bisa menawar tebu petani dengan harga lebih baik.
"Hal ini terutama terjadi di Jawa Timur, pabrik gula saling bersaing mematok harga tinggi untuk mendapatkan bahan baku namun di sisi lain harga lelang gula cenderung terus menurun," ujarnya saat dihubungi, Minggu (5/7/2020).
Oleh karena itu, dia berharap terhadap upaya dari pemerintah daerah dalam pengawasan penyerapan gula. Di sisi lain, tetap perlu ada ikhtiar untuk meningkatkan luas tanam di Jawa guna menghindari kondisi pabrik yang idle capacity.
"Lahan tebu di Jawa masih bisa ditambah, namun sangat terbatas dan tidak bisa dalam satu hamparan yang luas." kata dia.
Adanya persaingan antara pabrik gula ini pun dibenarkan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Nur Khabsyin.
"Hal ini terutama terjadi di Jawa Timur, pabrik gula saling bersaing mematok harga tinggi untuk mendapatkan bahan baku namun di sisi lain harga lelang gula cenderung terus menurun," ujarnya saat dihubungi, Minggu (5/7/2020).
Oleh karena itu, dia berharap terhadap upaya dari pemerintah daerah dalam pengawasan penyerapan gula. Di sisi lain, tetap perlu ada ikhtiar untuk meningkatkan luas tanam di Jawa guna menghindari kondisi pabrik yang idle capacity.
"Lahan tebu di Jawa masih bisa ditambah, namun sangat terbatas dan tidak bisa dalam satu hamparan yang luas." kata dia.
Adanya persaingan antara pabrik gula ini pun dibenarkan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Nur Khabsyin.
Dia menuturkan pabrik gula biasanya mendapat porsi 34 persen gula dari hasil pengolahan, sementara petani mendapatkan 66 persen dari PG BUMN.
"Tapi kalau dari pabrik swasta bagi hasilnya bisa 30 persen pabrik, petani mendapatkan 70 persennya. Ini tergantung kemampuan masing-masing pabrik yang mungkin sudah merasa untung hanya dengan mendapat bagian tersebut," kata dia.
Nur Khabsyin mengemukakan persaingan antara pabrik sejatinya tak menjadi soal bagi petani. Bagi mereka, jaminan harga acuan di tingkat petani tetap menjadi agenda yang harus menjadi perhatian pemerintah.
"Tapi kalau dari pabrik swasta bagi hasilnya bisa 30 persen pabrik, petani mendapatkan 70 persennya. Ini tergantung kemampuan masing-masing pabrik yang mungkin sudah merasa untung hanya dengan mendapat bagian tersebut," kata dia.
Nur Khabsyin mengemukakan persaingan antara pabrik sejatinya tak menjadi soal bagi petani. Bagi mereka, jaminan harga acuan di tingkat petani tetap menjadi agenda yang harus menjadi perhatian pemerintah.
Demi menghindari anjloknya harga di musim giling, dia mengatakan bahwa pemerintah telah berkomitmen menugaskan importir yang mendapat alokasi gula mentah untuk menyerap gula petani dengan harga Rp11.400 per kg.
Dewan Pembina Perhimpunan Ekonom Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krisnamurthi mengemukakan persaingan memperoleh tebu menjadi hal yang tak terhindarkan jika berkaca pada kapasitas pabrik dan potensi produksi lahan tebu di Tanah Air.
Dewan Pembina Perhimpunan Ekonom Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krisnamurthi mengemukakan persaingan memperoleh tebu menjadi hal yang tak terhindarkan jika berkaca pada kapasitas pabrik dan potensi produksi lahan tebu di Tanah Air.
Meski demikian, dia berpendapat tingginya kemampuan beli tebu oleh pabrik swasta bukanlah dipicu oleh importasi gula mentah yang sebelumnya diberikan, namun akibat tingkat rendemen tebu yang lebih tinggi.
"Saya kira pemerintah pun telah mendahulukan pabrik gula pelat merah untuk mendapatkan alokasi gula mentah jika memang diperlukan. Namun dengan persaingan ini, harga tebu yang diterima bisa lebih tinggi," kata Bayu.
Adapun berdasarkan, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2020, HET gula di tingkat konsumen dipatok Rp12.500 per kg.
"Saya kira pemerintah pun telah mendahulukan pabrik gula pelat merah untuk mendapatkan alokasi gula mentah jika memang diperlukan. Namun dengan persaingan ini, harga tebu yang diterima bisa lebih tinggi," kata Bayu.
Adapun berdasarkan, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2020, HET gula di tingkat konsumen dipatok Rp12.500 per kg.
Awal tahun hingga menjelang musim giling harga gula dipasaran sempat di atas HET, tetapi memasuki masa giling ini, kalangan petani mulai mengeluhkan harga gula yang perlahan turun di pelelangan.
Mulai bulan Juni 2020, sudah banyak pabrik gula yang melaksanakan giling dan telah dilakukan beberapa kali pelelangan dengan harga pada lelang terakhir di kisaran Rp10.500 per kg, lebih tinggi dari harga acuan Rp9.100 per kg.