Bisnis.com, JAKARTA — Pengaturan bagan alur laut atau traffic separation scheme di Selat Sunda dan Lombok dengan mayoritas kapal nasional dinilai harus menguatkan faktor sumber daya manusia sebagai pengawasan di kedua wilayah tersebut.
Pasalnya, faktor risiko kerugian negara menjadi lebih tinggi karena dominasi pelayaran domestik.
Pengamat kemaritiman Institut Teknologi Surabaya (ITS) Raja Oloan Saut Gurning mengatakan bahwa kedua selat ini mayoritas diisi oleh kapal berbendera Indonesia. Dengan demikian, perlu ada sosialisasi mendalam terhadap para pemilik kapal serta peningkatan SDM pengawasan.
“Dari sekitar 57.000—58.000 kapal yang lalu-lalang di Selat Sunda, sekitar 80 persen densitasnya merupakan trafik domestik khususnya armada penyeberangan Indonesia yang dari wilayah Barat—Timur dan sebaliknya melewati Selat Sunda dan menuju serta dari daerah lain ke wilayah sekitar Jakarta dan Cilegon," jelasnya kepada Bisnis, Kamis (2/7/2020).
Demikian juga 75 persen—80 persen yang sama di wilayah Selat Lombok dari total sekitar 37.000—38.000 unit kapal yang melewati Selat Lombok merupakan klaster armada domestik.
Kapal-kapal ini, tutur Raja, kalau tidak dikendalikan dan ditingkatkan pengawasannya serta diperkuat kompetensi SDM navigasi, potensi risiko, kerugian, serta beban negara akan relatif besar terutama dari kecelakaan kapal domestik.
Baca Juga
Khususnya akibat berbagai dampak tabrakan serta potensi pencemaran laut di wilayah kedua selat utama Indonesia ini.
“Jadi, usaha yang konsisten menjaga keandalan kualitas layanan peace-passage baik keselamatan, keamanan, serta usaha untuk memproteksi lingkungan perairan menjadi perlu menjadi perhatian bersama berbagai kementerian termasuk pemerintah dan badan usaha," tegas Raja.
Menurutnya, usaha awal yang dilakukan dan ditunjukkan pemerintah merupakan sebuah komitmen sekaligus memberi impresi baik bagi masyarakat maritim internasional terhadap komitmen Indonesia untuk mendukung keselamatan dan keamanan operasi armada kapal dunia yang melewati dua selat penting Indonesia yaitu Selat Sunda dan Selat Lombok.
"Jadi, secara internasional, Indonesia mendapat kredit sekaligus apresiasi dunia internasional lewat pengakuan IMO [International Maritime Organization] serta dibuktikan dengan kesiapan Indonesia memenuhi target 1 Juli itu," tuturnya.