Bisnis.com, JAKARTA – Pemberlakuan bagan pemisahan alur laut atau traffic separation scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok pada 1 Juli 2020 dinilai mampu memberikan keuntungan ekonomi bagi Indonesia.
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan seluruh pemangku kepentingan sepatutnya jeli memanfaatkan peluang agar Indonesia mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut.
“Dari TSS Selat Malaka, keuntungan ekonomi yang kita dapatkan selama ini masih sedikit,” ujarnya saat pembukaan Latihan Patroli Penegakan Hukum di Bidang Keselamatan Berlalu Lintas dengan Kapal Patroli KPLP Selat Sunda, Sabtu (27/6/2020).
Menurutnya, penerapan TSS ini bisa memberikan manfaat jangka panjang seiring dengan meningkatnya volume dan aktivitas pelayaran.
“Kami bisa sediakan apa saja yang dibutuhkan kapal-kapal tersebut, misalnya logistik, menyediakan stasiun-stasiun pengisian bahan bakar atau jika mereka ingin istirahat, kami bisa sediakan tempat-tempat beristirahat.Jika membutuhkan bantuan modal, kami bisa undang para investor untuk ikut berinvestasi,” ujarnya.
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi yang hadir melalui fasilitas telewicara dari Jakarta menyambut baik ide tersebut. Menurut Menhub, hal tersebut merupakan ide yang baik untuk ditindaklanjuti.
Baca Juga
Budi mengatakan bahwa jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I dan II telah menjadi sorotan, sehingga hal itu bisa semakin mendorong peran Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia.
“Padatnya arus kapal di selat Sunda dan selat Lombok butuh peraturan melalui standar operasional prosedur untuk menghindari kecelakaan kapal dengan panduan fasilitas Vessel Traffic System [VTS] yang memberitahukan kepada kapal patroli di TSS tersebut,” ungkapnya.
Indonesia bersama dengan Malaysia, dan Singapura sebelumnya telah mengoperasikan TSS di Selat Malaka dan Selat Singapura. Namun, TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok kini hanya dioperasikan oleh Indonesia.
Hal ini pun membuat Indonesia menjadi negara kepulauan pertama di dunia yang memiliki TSS melalui pengesahan oleh IMO dan berada di dalam ALKI I dan ALKI II.
TSS Selat Sunda dan Selat Lombok ditetapkan oleh International Maritime Organization (IMO) pada Juni 2019 seiring dengan terbitnya sirkular IMO COLREG.2-CIRC.74 dan SN.1CIRC.337 tentang Implementasi Traffic Separation Scheme dan Associated Routeing Measures di Selat Sunda dan Selat Lombok.
TSS ini untuk memastikan kapal-kapal yang menggunakan alur tersebut mendapatkan informasi yang mengenai lalu lintas di sekitarnya,sehingga mengurangi risiko terjadinya tabrakan kapal, serta kapal kandas yang tidak disengaja dengan menjauhkan kapal dari terumbu karang.
Data Kemenhub menyatakan sebanyak 53.068 unit kapal dengan berbagai jenis dan ukuran melewati Selat Sunda setiap tahunnya. Sebanyak 36.773 unit kapal dengan berbagai jenis dan ukuran melewati Selat Lombok setiap tahunnya.